Sejarah dan Kebudayaan Suku Marae

Marae, biasa juga disebut orang Buna'. Masyarakat ini berdiam di bagian tengah pulau Timor, yang sebagian berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Di Provinsi NTT mereka bermukim terutama di wilayah Kecamatan Lamaknen dan kecamatan Tasiteto Timur, Kabupaten Belu.Wilayah kediaman orang Marae ini tidak ada yang berhubungan langsung dengan laut. Wilayah kediaman mereka bertautan dengan wilayah kediaman beberapa suku bangsa lain.

Di sebelah barat dan selatan berdiam suku bangsa Belu (Tetum), di sebelah utara wilayah kediaman suku bangsa Kemak, dan di sebelah timur wilayah kediaman orang Mambai.Pada tahun 1959 orang Marae diperkirakan berjumlah sekitar 65.000 jiwa. Orang Marae ini memiliki bahasa sendiri yakni bahasa Marae atau bahasa Buna'.Orang Marae hidup dengan mata pencaharian sebagai petani menetap di ladang. Lahan ladang yang telah diolah disebar dengan abu dari pohon-pohon yang telag dibakar.

Di ladang mereka menanam padi, jagung, singkong, dan ubi-ubian yang lain. Mereka juga beternak kerbau, kuda, babi, kambing, ayam, dan ternak ini setengah dibebaskan.Dalam sistem kekerabatan, sebagian orang Marae menarik gadis keturunan menurut prinsip patrilineal dengan adat menetap yang patrilokal. Sebagian lainnya menarik garis keturunan secara matrilineal dengan adat menetap sesudah nikah yang matrilokal.
 
 
Setiap daerah memiliki keunikannya sendiri terkait dengan adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Suku Marae adalah salah satu suku yang berada di ujung selatan Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur dan berbatas dengan Negara Timor Leste.
         Jenis kebudayaan seperti  tata cara perkawinan, bahasa, jenis makanan dan gaya hidup tiap daerah berbeda termasuk dengan tata cara pemberian mahar atau mas kawin. Dalam setiap daerah ada yang mengenal mahar ada daerah yang juga tidak mengenal mahar atau belis makalah ini akan membahas  mengenai kebudayan di daerah NTT khususnya suku Marae Secara spesifik akan dibahas mengenai tata cara perkawinan dan pemberian mahar atau mas kawin pada suku Marae. Mahar atau mas kawin dalam istilah di daerah NTT disebut sebagai belis.
         Stratifikasi sosial suku marae, adat istiadat suku Marae sangat unik untuk dibahas bukan karena kebudayaan lain tidak bagus tetapi  karena setiap kebudayaan memiliki keunikan masing-masing dimana disini akan dibahas tentang mahar atau belis pada masyarakat suku marae berdasarkan stratifikasi sosial, kawin tinggal  bersama dan kawin keluar, suku Marae sendiri berbahasa bunaq walaupun bahasanya tidak pernah berubah sesuai perkembangan Zaman  dalam pengucapan antar generasi tetapi bahasa bunaq sendiri mempunyai pengucapan yang sama tetapi memiliki arti yang berbeda,sebelum kita membahas tentang adat suku Marae,suku marae sendiri telah mengenal tingkatan-tingatan lapisan masyarakat seperti masyarakat lainnya.tingkatan pertama Raja (bangsawan),fetor,temukung(Dato),Rakyat biasa.adapun pengertian Mahar atau belis adalah Mas kawin yang diberikan Laki-laki kepada perempuan,dimana ini sudah menjadi taradisi sejak saman dahulu yaitu sudah terjadi selama berabad-abad tentulah Mahar atau belis mempunyai Tujuan yaitu penghormatan kepada seorang gadis yang akan dinikahi oleh seorang Laki-laki,penghormatan ini amat sangat penting merupakan kebanggaan bagi orang tua dan keluarga gadis tersebut, tidak hanya suku Marae saja yang Mengenal mahar atau mas kawin tetapi Pada umumnya Belu Bagian Utara meliputi suku Marae,suku Boas dan suku Kemak ,dalam suku marae juga mengenal tinggatan perkawinan yaitu perkawinan Tinggal bersama dan perkawinan keluar atau faen.perkawinn tinggal bersama yaitu pria dan wanita tinggal bersama mempunyai keturunan atau anak  dimana anak-anak mereka mengikuti suku ibunya,sedangkan perkawinan keluar (faen) adalah perkawinan dimana perempuan dan keturunan mereka masuk kerumah adat suamidan ketika istrinya meninggal pun akan dikuburkan di tempat suaminya.
 
Pada zaman Dahulu.

Pada masyarakat suku Marae seperti yang sudah diketahui  adanya pengaturan Mahar yang terjadi sejak Zaman dahulu sudah terjadi secara Turun temurun berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Marae.pengaturan berdasarkan tingakatan Yang pertama  berdasarkan tingkatan yang paling Tinggi sesuai  stratifikasi  sosial yaitu Bangsawan, fetor, Temukung dalam bahasa daerah disebut dato serta masyarakat biasa.sebagai contoh Masyarakat Suku Marae telah mengetahui tingkatan tersebut apabila seorang Pria ingin melamar seorang Gadis. iya akan mencari tahu terlebih dahulu tentang  keluarga tersebut artinya dia harus mengenal dulu bagaimana keluarga si gadis tersebut dan dia berasal dari stratifikasi keluarga golongan mana,sehingga ketika proses lamaran tidak terjadi proses tawar menawar karena mahar itu bukan sebagai bahan atau alat untuk tawar menawar tetapi sebagai sebuah penghormatan terhadap gadis,sehingga telah terjadi pengertian antara kedua belah pihak Mahar sudah menjadi suatu tradisi sehingga menjadi kebiasaan dan bukan merupakan hal yang baru dengan sendiri nya sudah disadari masyarakat.pada Zaman dahulu keluarga Bangsawan hanya boleh Menikah dengan  masyarakat yang sederajat misalnya  dengan kalangan fetor atau kalangan dato  karena tidak diinginkan bahwa kalangan bangsawan menikah dengan masyarakat atau suku laen,yang dianggap sebagai masyarakat biasa turun temurun keturunan bangsawan tidak menikah dengan suku yang dianggap oleh nenek moyang sebagai larangan misalnya suku pendatang  karena ada istilah suku yang sedejarat menikah dengan suku yang sedejarat den dan sebaliknya.masyarakat biasa tidak menikah dengan para bangsawan,penentuan adapun sesame bangsawan tidak boleh menilah karena dianggap bersaudara, mahar pun telah di sepakati sejak Zaman dahulu oleh raja,fetor,fukun.dan perwakilan ketua suku dari Rakyat biasa.
 
Penentuan Mahar sesuai dengan stratifikasi Masyarakat dan kesepakatan bersama antara para bangsawan,fetor,temukung,dan rakyat jelata,rakyat jelata  di wakilkan oleh  ketua suku masing-masing misalnya rakyat jelata ada 10 suku maka perwakilan dari zepuluh suku dari pihak rakyat biasa  yaitu :
Ø   Bangsawan
Pada bangsawan Termasuk Raja menduduki stratifikasi tertinggi karena status sosialnya paling Tinggi  jadi penentuan maharnya  di tinggkat atas berupa tujuh puluh perak, empat puluh pelat, 7tujuh Mas ,dan tujuh Sapi ini memiliki aturan dimana sebagian perak harus di lebur menjadi satu kepingan pelat tetapi kepingan perak tersebut tidak sama ukurannya pelat adalah hasil emas yag di leburkan yang berbentuk bulat harus mengikuti aturan  yaitu sepuluh sampai dua puluh lima senti,mengenai Sapi  pun juga  ditentukan  umurnya dan ini harus. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku,.perlu di ketahui ketentuan sebagai Raja pada suku Marae bukan berdasarkan keturunan Raja langsung atau anak raja tetapi Anak dari saudara perempuan Raja yang mnemerintah karena ini sudah berdasarkan ketentuan yang sudah di berikan turun-temurun oleh Nenek moyang raja tidak berasal dari anak Raja tetapi keponakan raja itu sendiri yang boleh berhak menjadi penganti Raja karena raja bukan berdasarkan pemilihan tetapi berdasarkan suku yang sudah di tetapkan sejak Zaman dahulu sehingga anak raja tidak menggantikan kedudukan Ayahnya,laki-laki dalam suku Marae  pun memiliki kekuasaan yang tinggi dalam mengambil keputusan,sehingga sangat dihargai kedudukan nya walapun statusnya dia anak bungsu jadi disini setiap anak perempuan harus menghargai saudara laki-lakinya karena saudara laki-laki memiliki hak yang tinggi jadi saudara perempuan tidak boleh menentang keputusan atau apa yang dikatakan saudara laki-lakinya karena apabila terjadi penentangan terhadap saudra laki-laki laka akan terjadi perselisian karena laki-laki adalah pelindung atau benteng vbagi saudra perempuannya Walaupun kelak perempuan sudah menikah iya tetap harus mendengar kata-kata saudra laki-laki dalam hal aturan-aturan suku walau perempuan itu sudah menikah.para bangsawan juga dalam pengambilan keputusan memiliki pendamping –pendamping dalam hal putusan perkara –perkara dalam masyarakat apabila terjadi masalah-masalah atau perkara,karena sama seperti sekarang para pimpinan memiliki pendamping-pendamping atau  sama halnya dengan raja pada Zaman dahulu.
Ø  Fetor
Tugas fetor adalah  mendampingi raja selain mendampingi raja fetor membantu raja dalam pengambilan keputusan  perkara ,karena raja tidak bias mengambil kepurusan-keputusannya sediri raja biasa mendiskusikan setiap perkara yang akan di putuskan bersama dengan fetor dan fukun atau dalam bahasa daerah disebut rato jadi disini fetor menunjang kedudukan raja dan membantu dalam pengambilan keputusan raja,adapun penentuan belis fetor yaitu lima puluh perak,tiga puluh lima pelat  yang di leburkan yang dia meternya tidak sama  sepuluh sampai dua puluh lima  senti,lima emas, lima ekor sapi hal ini  sudah di tetapkan bersama raja,fetor ,temukung, atau dalam bahasa daerah disebut dato dan juga bersama dengan rakyat biasa melalui perwakilan ketua suku yang sudah di tentukan sejak dahulu. Hal ini tyidak dapat di ubah padas Zaman dahulu.
Ø  Temukung atau dalam bahasa daerah disebut Dato.
                    Fukun atau dato dalam bahasa daerah mempunyai tugas melapor keadaan masyarakat  kepada raja selain bertugas sebagai pelapor keadaan masyarakat  fukun juga berperan sebagai salah satu pengambil keputusan apabila terjadi masalah atau perkara yang di hadapi masyarakat, misalnya mengenai perbatasan tanah,atau dal;am hal masalah Rumah tangga apabila terjadi seperti itu maka yang bersalah akan di kenai denda berupa seekor babi dan uang jadi dalam hal in I raja akan memintah bantuan dari Temukung. penentuan Mahar atau belis fukun atau dato dalam bahasa daerah yaitu tiga puluh perak,pelat dari hasil leburan perak sehingga menjadi pelat,tiga buah mas,dan tiga ekor sapi sapi juga di  tentukan oleh umur.hal 8ni tidak dapat di ganggu gugat pada Zaman tersebut.
Ø  Rakyat biasa /Masyarakat biasa.
Rakyat biasa adalah rakyat yang stratifikasi sosialnya paling di bawah yaitu di bawah raja  fukun dan Temukung. Dimana rakyat ini adalah rakyat yang mengabdikan diri pada Raja.rakyat biasa selalu mendengarkan apa yang di katakana oleh sang raja.adapun penentuan belis rakyat biasa yaitu berupa sepuluh perak satu mas,satu sapi,satu pelat,rakyat penentuan ini tidk terjadi secara sepihak karena pada saat putusan Zaman dahulu di ikuti oleh masing-masing perwakilan ketua suku masyarakat biasa.
Adapun belis atau mahar di berikan sebelum menikah setelah laki-laki memberilkan belis barulah mereka akan menikah yang mendapat belis adalah orang yang satu suku dengan seorang gadis tersebut,seperti yang kita ketahui dalam suku-suku tertentu di lain daerah mahar di berikan kepada kedua mempelai untuk tabungan atau untuk membangun usaha misalnya pada masyarakat bugis tetapi kalau pada masyarakat suku marae belis di bagikan kepada anggota suku dan keluarga, kedua  pasangan gadis dan laki-laki tidak mendapkan bahkan adik saydara yang se ibu dari gadis tersebut tidak mendapat karena ada istilah yang menyebut pemali  jadi mereka tidak berhak tau pembagian itu dan gadis ini tidak boleh menentuhkan sendiri belinya adapun pembagian belis yaitu biasanya pihak ayah menentukan sendiri bagiannya,bagian ayah biasanya diminta sendiri di luar belis biasanya berupa seekor sapi dan uang di berikan kepada ayahnya kemudian ayahnya memberikan kepada saudara perempuannya,karena sudah aturannya sampai dengan saat ini bahwa bagian ayah di berikan kepada  saudara perempuannya,sedangkan untuk  bagian ibu gadis  dan om-om dari keluarga anak perempuan tersebut diatur dan di bagi oleh ketua suku pembagiannya berdasarkan tinggkatan juga idari yang lebih tua sampai kepada yang lebih muda,dan juga untuk ibu biasanya di tentukan oleh ketua suku dari gadis tersebut,selain belis juga ada istilah “PEE LITIH” dalam bahasa  ini semacam mahar yang diberikan kepada keluarga wanita khususnya seorang ibu sofren(emas) atau keluarga yang membantu gadis pada saat mebesarkan gadis  tersebut tetapi pada Zaman sekarang isilah “Pee litih” tidak dipakai lagi semua sudah dimasukkan pada mahar atau belis, masyarakat marae mengenal stratifikasi sosial maka penentuan belis mengikuti tingkatan yang berlaku.