Sejarah Lengkap Kerajaan Majapahit (1293-1527)

Letak Geografis Kerajaan Majapahit
Secara geografis letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena berada di daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu. Pusat Majapahit berada di Trowulan, Mojokerto. Berbeda dengan kerajaan - kerajaan lain yang menempatkan kerajaan mereka di pesisir dengan tujuan dekat dengan kegiatan perdagangan, Majapahit memilih Trowulan di pelosok Jawa Timur dengan alasan keamanan. Catatan pelaut cina menyatakan, ketika akan ke Majapahit maka harus melewati Surabaya untuk mencapai ke Trowulan. Alasan pemilihan delta sungai Brantas yaitu wilayahnya yang subur dan menghubungkan dua dermaga besar yang ada di Ujung Galuh, Surabaya dan dermaga Pamotan di Sidoarjo.

Peta Majapahit Berdasarkan Temuan Arkeologis

Sejarah Penamaan Majapahit
Menurut serat Pararaton dan Kidung Harsa Wijaya, penamaan Majapahit karena pasukan Raden Wijaya menemukan buah maja yang memiliki rasa pahit di sebuah desa tarik. Sesederhana inilah orang Jawa menamakan desanya. Desa di hutan tarik ini kemudian berkembang menjadi kerajaan. Selain nama Majapahit, kerajaan ini juga bernama Wilwatikta atau Vilvatikta. Dalam bahasa sansekerta, kata vilva atau bilva diartikan sebagai buah kesayangan dewa siwa yang berarti sama dengan maja, sedangkan tikta berarti pahit. Seringkali ada yang menyebut kerajaan ini dengan kata Majapahit Wilwatikta. Sedangkan daun maja berbentuk trifoliat (selalu tiga helai) kemudian disamakan dengan trisula dewa Siwa atau bisa juga disebut dengan trinitas (tri murthi)
Daun Maja

Buah Maja
Sejarah Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singasari telah menjadi kerjaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan penguasa dari Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan bernama Meng Chi ke Singasari umtuk menuntut upeti Kertanegara penguasa terakhir Singasari. Namun ia malah mempermalukan utusan Kubilai Khan itu dengan memotong telinganya, Kubilai Khan marah lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa pada tahun 1293.
Sebelum terjadi penyerangan Kubilai Khan ke Singasari, terjadi pemberontakan Kediri kepada Kerajaan Singasari yang kemudian meruntuhkan kerajaan Singasari. Ketika terjadi pemberontakan Kediri kepada kerajaan Singasari oleh Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas mempertahankan bagian utara Singasari, ternyata serangan Jayakatwang dilakukan dari selatan Singasari. Maka selanjutnya ketika Raden Wijaya kembali ke istana, ia melihat istana Singasari dalam keadaan terbakar dilalap api. Ia mendengar bahwa raja Kertanegara, keluarga dan pembesar lain dibunuh oleh Jayakatwang. Akhirnya Raden Wijaya melarikan diri bersama sisa - sisa prajuritnya dan dibantu oleh desa Kugagu. Setelah merasa aman, ia kemudian meminta perlindungan kepada Aryawiraraja di Madura.
Ketika itu Jayakatwang (Adipati Kediri) sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara, atas Saran Arya Wiraraja. Raden Wijaya, menantu Kertanegara diberi saran Arya Wiraraja untuk meminta ampun dan menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Jayakatwang memberi ampun kepada Raden Wijaya. Sejak saat itu, Raden Wijaya mengabdi kepada Jayakatwang dan menorehkan prestasi yang gemilang, atas jasa - jasa Raden Wijaya Jayakatwang menghadiahi hutan tarik di daerah yang kini dikenal dengan nama Trowulan.

Raden Wijaya kemudin membuka dan membangun desa yang ia beri nama “Majapahit” ia memberi nama itu atas dasar ketika ia sedang membuka hutan tarik dan salah satu dari prajuritnya beristirahat lalu memakan sebuah buah maja tetapi setelah ia merasakan rasa pahit dari buah itu.
Pada saat pasukan Mongol tiba, Arya Wiraraja membelot ke Raden Wijaya dan memberi tau kepada Raden Wijaya agar bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya dan pasukannya berbalik menyerang sekutunya sehingga memaksa menarik pulang kembali pasukannya.
Kelahiran Kerajaan Majapahit adalah hari dimana dinobatkannya Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.

Masa Kejayaan Majapahit
Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara. Pada masa ini daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah pindah ke daerah Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan seorang penguasa yang disebut raja pula. Kebesaran kerajaan ditunjang oleh pertanian sudah teratur, perdagangan lancar dan maju, memiliki armada angkutan laut yang kuat serta dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada. Di bawah patih Gajah Mada, Majapahit banyak menaklukkan daerah lain. Dengan semangat persatuan yang dimilikinya, dan membuatkan Sumpah Palapa. Mpu Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama menceritakan tentang zaman gemilang kerajaan di masa Hayam Wuruk dan juga silsilah raja sebelumnya tahun 1364 Gajah Mada meninggal disusul oleh Hayam Wuruk di tahun 1389 dan kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran.

Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa. Beberapa prasasti dan arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru dan juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan gunung tersebut adalah tempat bersemayam para dewa dan hanya keturunan raja yang boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7 abad.
 
Catatan kejayaan Majapahit di muat di Harian Kompas


Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya yaitu Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara pada masa keruntuhan Majapahit yang disebut juga Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa. 

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit. 

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan hingga tahun 1527. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kertaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Sebelum Brawijaya V lengser, Sabdopalon memberikan kutukan kepada Brawijaya V karena Brawijaya V tidak mau mendengarkan nasehat Sabdopalon terlebih ia malah masuk ke agama Islam. Kutukan tersebut adalah selama 500 tahun terhitung dari Majapahit runtuh pulau Jawa akan mengalami bencana yang terjadi terus menerus hingga munculnya sosok tua Sabdopalon.
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden Patah, diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
Demak mengadopsi budaya Majapahit dan dipadukan dengan budaya Islam. Demak kemudian runtuh karena perang saudara dan berpindah ke Kesultanan Pajang pada tahun 1549, Kesultanan Pajang runtuh dan lahirlah Keraton Kotagede pada tahun 1577. Pada saat terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 berdirilah dua kekuasaan seperti yang kita kenal sekarang yaitu Kesultanan Jogjakarta dan Kasunanan Surakarta.

Pohon Silsilah Raja - Raja Kerajan Majapahit
 
Raja - Raja Majapahit
Majapahit memiliki sejarah yang panjang ketika berdiri pada 1293 M hingga 1519 M. Sejak Majapahit berdiri, terhitung 226 tahun Majapahit menjadi kerajaan yang bisa dibilang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara bila dilihat dari wilayah teritorialnya. Berikut adalah raja - raja yang pernah memimpin kerajaan Majapahit dari berdirinya hingga masa keruntuhan
  1. Raden Wijaya
    Dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana, Raden Wijaya dianggap sebagai pendiri Majapahit. Raden Wijaya merupakan keturunan dari kerajaan Singhasari yaitu anak dari Dyah Lembu Tal dan cucu dari Mahisa Campaka (Narasinghamurti). Nama Raden Wijaya masih menjadi perdebatan karena penamaan Raden ada sebagian orang yang menganggap bahwa gelar tersebut berasal dari nama Dyah. Dalam kitab Negarakertagama, pendiri Majapahit adalah Dyah Wijaya. Nama Raden dianggap berasal dari kata Dyah, Ra Dyah, Ra Dyan dan terakhir Ra Hadyan. Raden Wijaya merupakan keturunan asli dari Ken Arok dan Ken Dedes. Raden Wijaya memerintah Majapahit dari tahun 1293 hingga 1309 M.Raden Wijaya mampu mendirikan Majapahit tak lain adalah dari bantuan Arya Wiraraja. Setelah Raden Wijaya menjadi raja pertama di Majapahit, Arya Wiraraja kemudian diberi kekuasaan di sebelah timur yaitu Lumajang, Blambangan oleh Raden Wijaya. Raden Wijaya dikenal sangat baik dan bijaksana. Struktur pemerintahan Singasari tidak berbeda jauh dengan struktur pemerintahan Kerajaan Singasari.
  2. Jayanagara
    Setelah Raden Wijaya meninggal kemudian digantikan anaknya yaitu Kala Gemet yang bergelar Sri Jayanegar atau Sri Sundarapandyadewa Dhiswaranamarajabhiseka Wikaramotungga-dewa yang memerintah Majapahit dari 1309 hingga 1328 M. . Sebelum menjadi raja di Majapahit, Jayanegara berkedudukan sebagai Bhre Daha (Kadiri). Pada pemerintahan Jayanegara terjadi berbagai pemberontakan seperti pemberontakan Lembu Sora (1233 saka), Juru Demung (1235 saka), Gajah Biru (1236 saka), Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan yang paling besar adalah pemberontakan Kuti yang hampir meruntuhkan Majapahit. Jayanegara meninggal dibunuh oleh tabibnya sendiri yaitu Tanca. Tanca akirnya dibunuh oleh Gajah Mada.
  3. Tribhuwana Wijayatunggadewi
    Dengan gelar Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddhani, ia memerintah Majapahit dari tahun 1328 hingga 1350 M. Sebelum menjadi raja Majapahit, Tribhuwana Tunggadewi menjabat sebagai Bhre Kahuripan. Tribhuwana Tunggadewi merupakan raja perempuan pertama di Majapahit.Jayanegara meninggal tanpa seorang putra. Kemudian tahta dari Majapahit diserahkan kepada adik dari Jayanegara yang bernama Dyah Gitarja yang bergelar Tribuwana Tunggadewi. Tribuwana Tunggadewi sebelumnya menjabat sebagai Bhre Kahuripan yang dibantu oleh suaminya Kartawardhana. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta. Gajah Mada yang sebelumnya menjabat sebagai patih di Daha kemudian menumpas pemberontakan Keta dan Sadeng. Atas jasanya tersebut, ia diangkat menjadi Mahapatih di Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian mencetuskan Sumpah Palapa yaitu untuk menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman pada tahun 1339 sebagai imbalan atas diangkatnya ia sebagai Mahapatih Majapahit.
  4. Hayam Wuruk
    Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dengan gelar Rajasanegara yang memerintah Majapahit dari 1350 hingga 1489 M.. Sebelum menjabat sebagai raja Majapahit, Hayam Wuruk berkedudukan di Jiwana dan dikenal dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha. Majapahit mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Gajah Mada sebagai patihnya. Negarakertagama mencatat bahwa wilayah Majapahit hampir sama dengan wilayah Indonesia sekarang bahkan pengaruh Majapahit sampai ke negara - negara tetangga. Satu - satunya yang tidak tunduk kepada Majapahit adalah kerajaan Sunda dibawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Terdapat suatu peristiwa yang menyebabkan hubungan Raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada renggang yaitu ketika Raja Hayam Wuruk ingin memperistri Dyah Pitaloka dari kerajaan Sunda. Gajah Mada menginginkan pernikahan Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka sebagai bukti bahwa Kerjaan Sunda tunduk kepada Majapahit, namun Hayam Wuruk berpendapat lain. Hayam Wuruk benar - benar cinta Dyah Pitaloka. Ketika prosesi pernikahan dilakukan, Gajah Mada secara terang - terangan meminta Kerajaan Sunda tunduk kepada Majapahit, sedangkan dari pihak Kerajaan Sunda menolak hal tersebut. Terjadi perang yang tidak berimbang antara pasukan Majapahit dengan pasukan Sunda. Melihat keluarga Dyah Pitaloka serta pembesar Kerajaan Sunda terbunuh di tangan para prajurit Majapahit, kemudian Dyah Pitaloka memilih bunuh diri dari pada diperistri Hayam Wuruk. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa perang Bubat antara Majapahit dan Kerajaan Sunda. Dari kejadian ini, hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada kemudian renggang hingga Gajah Mada memilih untuk mengundurkan diri dari posisi Mahapatih Majapahit.
    Pada tahun 1364 dikabarkan Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan salah satu Patih yang membawa Majapahit ke masa keemasan. Internal kerajaan mulai mencari pengganti sepadan dari patih Gajah Mada namun hal tersebut sangatlah sulit. Beberapa kali sidang dilakukan namun tetap saja tidak mendapatkan titik temu pengganti Gajah Mada. Pada akhirnya posisi Patih Hamengkubhumi Gajah Mada dibiarkan kosong tanpa ada yang menduduki. Untuk mengisi kekosongan dalam pelaksana pemerintahan, peran Mahapatih Gajah Mada diganti Mpu Tandi sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai Amancanegara serta Patih Dami sebagai Yuamentri. Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
  5. Wikramawardhana
    Raden Haya Wuruk digantikan oleh putrinya Kusumawardhani. Sebelum menjabat sebagai raja, ia telah menikah terlebih dahulu dengan Wikramawardhana. Dalam prakteknya, Kusumawardhani cuma sebagai simbol kerajaan dan pemerintahan sepenuhnya dipegang oleh WIkramawardhana. Sedangkan Bhre Wirabhumi, anak Hayam Wuruk dari selir memaksa bahwa dirinyalah yang pantas menduduki jabatan raja Majapahit, namun hal itu tidak terjadi karena Bhre Wirabhumi hanya anak selir dari Hayam Wuruk. Bhre Wirabhumi kemudian diberi kekuasaan di wilayah timur yaitu daerah Blambangan. Pada perkembangannya, Majapahit terpecah menjadi dua yaitu pihak Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi dan kerap terjadi perang. Perang inilah yang kemudian disebut perang paregreg. Wikramawardhana meninggal pada 1429. Pada pemerintahan setelahnya, Kerajaan Majapahit mulai meredup hingga pada akhirnya hancur oleh konflik internal yang berpapasan dengan berkembangnya pengaruh Islam di Jawa.
     
  6. Suhita
    Suhita merupakan raja perempuan kedua dengan gelar Prabhustri yang memerintah Majapahit dari tahun 1429 hingga 1447 M. Suhita merupakan anak kedua dari Wikramawardhana. Suhita menggantikan kakaknya Bhre Hyang Wekasing Sukha II yang berkedudukan di Tumapel namun sebelum diangkat menjadi raja Majapahit, beliau meninggal terlebih dahulu pada 1399 M.
     
  7. Dyah KertawijayaDengan gelar Sri Wijayapararama Wardhana, ia menjabat sebagai raja Majapahit dari tahun 1447 hingga 1451 M yang sebelumnya menjabat sebagai Bhre Tumapel. Dyah Kertawijaya merupakan adik dari Suhita, ia menggantikan Suhita sebagai raja Majapahit karena Suhita tidak memiliki anak.
     
  8. Dyah WijayakumaraDengan gelar Sri Rajasawarddhana, beliau menjabat sebagai raja Majapahit dari 1451 hingga 1453 M. Sebelum menjadi raja Majapahit, Wijayakrama menjabat sebagai Bhre Pamotan serta Keling Kahuripan atau dikenal dengan sebutan Sang Sinagara.
     
  9. Dyah SuryawikramaDyah Suryawikrama memiliki gelar Sri Girisawardhana yang memerintah Majapahit pada 1456 hingga 1466 M. Sebelum menjadi raja di Majapahit, Suryawikrama menjabat sebagai Bhre Wengker. Ia merupakan putra dari Kertawijaya serta dikenal sebagai Bhre Hyang Purwawisesa.
     
  10. Dyah SuraprabhawaDyah Suraprabhawa memiliki gelar Sri Singhawikramawardhana yang memerintah Majapahit pada 1466 sampai 1468 M. Sebelum menjadi raja Majapahit, Suraprabhawa memerintah Tumapel (Bhre Tumapel) dan dikenal dengan sebutan Bhre Pandan Salas. Adanya serangan Bhre Kertabhumi, kemudian Suraprabhawa memindah pusat pemerintahannya ke Daha.
     
  11. Bhre KertabhumiKertabhumi atau disebut juga Brawijaya V memerintah Majapahit pada 1468 hingga 1478 M. Ia mengusir Suraprabhawa dari Majapahit sehingga ia dapat menduduki pemerintahan Majapahit. Brawijaya V merupakan anak bungsu dari Sri Rajasawardhana. Pada masa akhir pemerintahan Brawijaya V, penasehat kerajaan Sabdo Palon Noyo Genggong mengutuk setelah runtuhnya Majapahit selama 500 tahun Nusantara akan mengalami banyak bencana sampai muncul sosok tua yang akan membawa kebesaran dan kejayaan Nusantara. Apabila masa berakhirnya Majapahit adalah selesainya pemerintahan Girindrawardhana pada 1519, maka 500 tahun setelahnya adalah 2019. Nama Brawijaya V menjadi pertanyaan bagi sebagian orang karena hanya Brawijaya V yang menyandang angka di belakang nama sedangkan raja - raja sebelumnya tidak ada. Nama Brawijaya I, II, III dan seterusnya merupakan karangan dari pujangga Surakarta yang menganggap tahta Majapahit sama dengan Mataram Islam. Brawijaya I dianggap adalah nama dari Kertawijaya dan disinilah yang membuat rancu sejarah.
     
  12. Dyah RanawijayaRanawijaya memiliki gelar Sri Girindrawardhana yang memerintah Majapahit pada 1474 hingga 1519 M. Sebelum menjabat sebagai raja Majapahit, Girindrawardhana berkedudukan di Kling (Bhatara i Kling). Ranawijaya adalah anak dari Suraprabhawa yang menjungkalkan kekuasaan Brawijaya V. Pusat pemerintahan Majapahit berpindah ke Kling karena Majapahit masih dikuasai Brawijaya V dan pada 1478 Brawijaya harus mengakui kekuasaan Girindrawardhana.
Penggambaran Raja - Raja Majapahit oleh Tjahja Tribunka
Sketsa ini digambar oleh Tjahja Tribunka dalam grup Majapahit.
Peristiwa Pemberontakan di Kerajaan Majapahit
1. Peristiwa Ranggalawe (1295)
Pemberontakan Ranggalawe merupakan pemberontakan pertama yang tercatat pada tahun saka candrasengkala kuda-bhumi-paksaning-wong, atau 1217 (1295 Masehi). Latar belakang terjadinya pemberontakan adalah kekecewaan Ranggalawe terhadap diankatnya Nambi sebagai mahapatih di Kerajaan Majapahit. Dia menganggap bahwa pengangkatan Nambi tidak tepat dan Lembu Sora atau dirinya lah yang lebih tepat menjadi seorang maha patih di Kerajaan Majapahit.
Lembu Sora mampu meredakan kemarahan Ranggalawe dengan menasehati agar kembali ke Tuban dan berunding dengan ayahnya. Ranggalawe akhirnya menurut untuk pulang ke Tuban. Sesampainya di Tuban, ayahanda dari Ranggalawe menyarankan agar tetap setia kepada Sri Baginda. Namun, Ranggalawe sudah terlanjur memberontak dan memiliki sikap ksatria terhadap apa yang telah dilakukannya, maka Ranggalawe memutuskan untuk melawan pasukan kerajaan Majapahit.
Ranggalawe kalah dalam pertempurannya melawan Kerajaan Majapahit dan meninggal di tangan Mahisa Anabrang saat bertarung di Sungai Tambak Beras. Lembu Sora yang tidak terima Ranggalawe sahabatnya dibunuh oleh Mahisa Anabrang kemudian menusuk tombak dari belakang kepada Anabrang.
 
2. Peristiwa Lembu Sora 
Pemberontakan Lembu Sora terjadi pada 1301 saat masa pemerintahan Sri Kertarajasa. Latar belakang terjadinya pemberontakan adalah permasalahan penusukan Mahisa Anabrang oleh Lembu Sora yang tak kunjung usai. Dibalik pemberontakan Lembu Sora, dalam serat Pararaton dikisahkan muncul seseorang yang bernama Mahapati (sebagian orang menyebutnya sama dengan Sengkuni di kisah Mahabarata), ia ingin menempatkan dirinya menjadi patih di Majapahit. Mahapati lah orang dibalik menyebarnya masalah penusukan Mahisa Anabrang oleh Lembu Sora. Berita ini menyebar hingga ke kalangan pejabat istana.
Mahapati menceritakan kepada Sang Prabu tentang kejadian terbunuhnya Mahisa Anabrang serta kepada Mahisa Taruna,anak dari Mahisa Ananbrang. Tak sampai disitu, Mahapati juga mengatakan kepada Sang Prabhu bahwa Lembu Sora akan mengadakan pemberontakan bersama pengikutnya. Tentara Majapahitpun dipersiapkan untuk melakukan perlawanan kepada Lembu Sora. Saat Lembu Sora datang bersama pengikutnya, Sang Prabhu tidak mau menemuinya dan kemudian terjadilah peperangan antara tentara Majapahit dan pengikut Lembu Sora. Lembu Sora dan pengikutnya Juru Demung dan Gajah Biru gugur dalam pertempuran ini.

3. Peristiwa Nambi (1316)
Pemberontakan Nambi terjadi pada masa pemerintahan Raja Jayanegara, dalam Negarakertagama menyebutkan pada masa pemerintahan Sri Jayanegara terjadi pemberontakan Nambi. Kemudian pemberontakan Nambi dapat di padamkan pada tahun saka candrasengkala mukti-guna-paksa-rupa atau 1238 saka (1316 masehi).
Pada 1316 Mahapati yang sebelumnya menjadi otak dari pemberontakan Lembu Sora mengincar kedudukan patih Majapahit, ia mendekati Nambi dan memberitahukan bahwa Raja Sri Jayanegara tidak menyukai keberadaan Nambi. Demi menghindari sengketa, Nambi meminta izin untuk kembali ke Lumajang, Jawa Timur dengan alasan bahwa ayahandanya Sang Pranaraja sedang sakit.
Atas izin dari raja, Nambi akhirnya berangkat ke Lumajang, sampai di Ganding, Nambi di jemput oleh utusan dari Pranaraja yang memberitahukan bahwa ayahnya sedang sakit keras. Ketika sampai di Lumajang, ayahnya telah meninggal. Berita ini menyebar sampai ke Majapahit. Pihak Majapahit berduka dan mengutus beberapa orang untuk ke Lumajang yang dipimpin oleh Mahapati. Sesampainya di Lumajang, Mahapati menasehati Nambi untuk memperpanjang izinnya dan Nambi pun menyetujuinya.
 
Sesampainya utusan Majapahit yang dipimpin Mahapti sampai di Majapahit, Mahapati memberitahukan kepada Sang Prabhu bahwa Nambi segan kembali ke Majapahit dan sedang mempersiapkan perlawanan kepada Majapahit. Ketika mendengar hal tersebut, kemudian Majapahit mengirim pasukan ke Lumajang dipimpin oleh Mahapati. Pasukan Majapahit kemudian memporak porandakan benteng pertahanan di Pajarakan dan Gading dan dilanjutkan penyerbuan ke Lumajang.
Dalam Kidung Sorandaka mengatakan bahwa setelah penyerangan ke Lumajang, Mahapati diangkat menjadi patih bergelar Patih Mangkubhumi menggantikan Nambi. Nama Mahapati dalam Kidung Sorandaka dapat dikenali dengan nama Dyah Halayudha di dalam prasasti Tuhantaru yang berangka tahun 1323 yang mengatakan bahwa Dyah Halayudha menjadi patih dari Kerajaan Majapahit.

4.  Pemberontakan Kuti (Peristiwa Bedander) (1319)
Peristiwa Bedander merupakan peristiwa pengungsian Raja Jayanegara ke Desa Bedander setelah ibukota Majapahit diduduki Kuti. Dalam serat Pararaton menyebutkan pemberontakan Kuti berjarak tiga tahun dari perang Lumajang atau berlangsung sekitar tahun 1319. Kuti merupakan seorang dharmaputra, dharmaputra merupakan pembesar Majapahit. Pada dasarnya latar belakang pemberontakan ini adalah ketidak senangan dharmaputra terhadap Sri Jayanegara.
Dalam situasi ini muncullah tokoh Gajah Mada sebagai prajurit yang mampu memadamkan pemberontakan Kuti dengan pasukannya yaitu bekel bhayangkara (pengawal raja). Pada periode mendatang Gajah Mada menjadi tokoh dibalik kebesaran Majapahit dan mampu menumpas pemberontakan -  pemberontakan.

5. Peristiwa Tanca (1328)
Dalam Pararaton menyebutkan bahwa peristiwa Kuti memiliki selisih sembilan tahun dari peristiwa Tanca. Peristiwa tanca mempunyai candrasengkala bhasmi-bhuta-nampani-ratu, atau 1250 saka 1328 masehi. Tahun yang disebutkan dalam kitab Pararaton sama dengan yang ada dalam kitab Negarakertagama serta tidak ada prasasti Jayanegara sesudah 1328 masehi.
Peristiwa ini didasari pada ketidaksukaan Gajah Mada terhadap para dharmaputra, sekaligus pada tingkah laku Sang Prabhu. Peristiwa Tanca termasuk dalam peristiwa pemberontakan Majapahit. Peristiwa ini bermula ketika Tanca melakukan pengobatan kepada Sang Prabhu, namun kemudian Tanca menikam Sang Prabhu dan dengan seketika Gajah Mada melakukan tindakan dengan membunuh Tanca seketika dan mendadak.

6. Peristiwa Sadeng - Keta (1331)
Dalam kitab Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca menceritakan pada pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, pada 1331 terjadi peristiwa pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta. Peristiwa ini mengangkat kembali peran dari Gajahmada di Majapahit. Pada pemerintahan Tribhuwanatunggadewi selanjutnya terkenal sebagai masa perluasan dari wilayah Majapahit. Di dalam serat Pararaton menyebutkan bahwa Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa saat ia dilantik sebagai patih di Majapahit sebagai rakaryan Patih Amangkubhumi pada 1334 Masehi.

7. Peristiwa Paregreg (1404)
Peristiwa Paregreg adalah perang saudara antara Wikramawardhana (Istana barat), melawan Bhre Wirabhumi (Istana timur), pada tahun 1404 sampai 1406. Perang ini didasari adanya pemberontakan oleh Bhre Wirabhumi, Adipati Blambangan, yang konon merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya dari seorang selir. Dalam legenda Jawa, perang Paregreg diceritakan dalam kisah Damarwulan. Sejak perang Paregreg ini, kekuasaan Bhre Wirabhumi hancur oleh Wikramawardhana, daerah Wirabhumi terlepas dari Majapahit dan semakin jau dari kontrol Majapahit.

Agama Majapahit
Majapahit menganut agama Siwa Buddha. Agama ini merupakan sinkretis dari agama Hindu Siwa dan Buddha. Kebanyakan raja Majapahit menganut Siwa Buddha sebagai ajaran agamanya kecuali Tribuwana Tunggadewi yang menganut Buddha Mahayana. Agama Siwa Buddha saat ini bisa kita lihat di Bali dan Pegunungan Tengger.

Arsitektur Kerajaan Majapahit Kota Majapahit di Trowulan
Kakawin Nagarakretagama, pupuh VIII-XII, merupakan sumber tertulis yang penting untuk mengetahui gambaran Kota Majapahit sekitar tahun 1350 M. Kota pada masa itu bukanlah kota dalam arti modern, demikian pernyataan Pigeaud (1962), ahli sejarah kebangsaan Belanda, dalam kajiannya terhadap Nagarakretagama karya Prapanca. Ia menyimpulkan, Majapahit bukan kota yang dikelilingi tembok, melainkan sebuah komplek permukiman besar yang meliputi sejumlah komplek yang lebih kecil, di mana satu sama lain dipisahkan oleh lapangan terbuka. Tanah-tanah lapang digunakan untuk kepentingan publik, seperti pasar dan tempat-tempat pertemuan. Tembok batu merah tebal lagi tinggi mengitari keraton. Itulah benteng Keraton Majapahit. Pintu besar di sebelah barat yang disebut "Purawuktra" menghadap ke lapangan luas. Di tengah lapangan itu mengalir parit yang mengelilingi lapangan. Di tepi benteng "Brahmastana”, berderet-deret memanjang dan berbagai-bagai bentuknya. Di situlah tempat tunggu para perwira yang sedang meronda menjaga Paseban.
Trowulan berdasarkan sketsa Ir. Henry Maclain Pont tahun 1926

Sistem Perairan Masa Majapahit
Bangunan air yang ditemukan di masa Majapahit adalah waduk, kanal, kolam, dan saluran air, yang sampai sekarang masih ditemukan sisa-sisanya. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa pemerintah Majapahit membuat bangunan air tersebut untuk kepentingan irigasi pertanian dan sarana mengalirkan air sungai ke waduk penampungan dan penyimpanan air, serta pengendali banjir. Hasil penelitian membuktikan terdapat sekitar 20 waduk kuno yang tersebar di dataran sebelah utara daerah Gunung Anjasmoro, Welirang, dan Arjuno. Waduk Baureno, Kumitir, Domas, Temon, Kraton, dan Kedung Wulan adalah waduk-waduk yang berhubungan dengan Kota Majapahit yang letaknya di antara Kali Gunting di sebelah barat dengan Kali Brangkal di sebelah timur. Hanya waduk Kedung Wulan yang tidak ditemukan lagi sisa-sisa bangunannya, baik dari foto udara maupun di lapangan.
Sketsa gambar ilustrasi kota Trowulan yang menunjukkan
jalan dan saluran air yang menunjukkan bentuk grid layaknya kota zaman sekarang
Waduk Baureo adalah waduk terbesar yang terletak 0,5 km dari pertemuan Kali Boro dengan Kali Landean. Bendungannya dikenal dengan sebutan Candi Lima. Tidak jauh dari Candi Lima, gabungan sungai tersebut bersatu dengan Kali Pikatan, membentuk Kali Brangkal. Bekas waduk ini sekarang merupakan cekungan alamiah yang ukurannya besar dan dialiri oleh beberapa sungai. Seperti halnya Waduk Baureno, waduk-waduk lainnya sekarang telah rusak dan yang terlihat hanya berupa cekungan alamiah, misalnya Waduk Domas yang terletak di utara Waduk Baureno; Waduk Kumitir (Rawa Kumitir) yang terletak di sebelah barat Waduk Baureno; Waduk Kraton yang terletak di utara Gapura Bajangratu; dan Waduk Temon yang terletak di selatan Waduk Kraton dan di barat daya Waduk Kumitir.
Di samping waduk-waduk tersebut, di Trowulan terdapat tiga kolam buatan yang letaknya berdekatan, yaitu Segaran, Balong Bunder, dan Balong Dowo. Kolam Segaran memperoleh air dari saluran yang berasal dari Waduk Kraton. Balong Bunder sekarang merupakan rawa yang terletak 250 meter di sebelah selatan Kolam Segaran. Balong Dowo juga merupakan rawa yang terletak 125 meter di sebelah barat daya Kolam Segaran. Hanya Kolam Segaran yang diperkuat dengan dinding-dinding tebal di keempat sisinya, sehingga terlihat merupakan bangunan air paling monumental di Kota Majapahit.

Kolam Segaran pertama kali ditemukan oleh Maclaine Pont pada 1926. Kolam ini berukuran panjang 375 meter dan lebar 175 meter dan dalamnya sekitar 3 meter, membujur arah timurlaut–baratdaya. Dindingnya dibuat dari bata yang direkatkan tanpa bahan perekat. Ketebalan dinding 1,60 meter. Di sisi tenggara terdapat saluran masuk, sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran keluar menuju ke Balong Dowo dan Balong Bunder. Foto udara yang dibuat pada tahun 1970-an di wilayah Trowulan dan sekitarnya memperlihatkan dengan jelas adanya kanal-kanal berupa jalur-jalur yang bersilangan saling tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan barat-timur. Juga terdapat jalur-jalur yang agak menyerong dengan lebar bervariasi, antara 35-45 m atau hanya 12 m, dan bahkan 94 m yang kemungkinan disebabkan oleh aktivitas penduduk masa kini.

Kanal-kanal di daerah pemukiman, berdasarkan pengeboran yang pernah dilakukan, memperlihatkan adanya lapisan sedimentasi sedalam 4 m; dan pernah ditemukan susunan bata setinggi 2,5 meter yang memberi kesan bahwa dahulu kanal-kanal tersebut diberi tanggul, seperti di tepi kanal yang terletak di daerah Kedaton yang lebarnya 26 meter diberi tanggul. Kanal-kanal itu ada yang ujungnya, berakhir di Waduk Temon dan Kali Gunting; dan sekurang-kurangnya tiga kanal berakhir di Kali Kepiting, di selatan Kota Majapahit. Kanal-kanal yang cukup lebar menimbulkan dugaan bahwa fungsinya bukan sekadar untuk mengairi sawah (irigasi), tetapi mungkin juga untuk sarana transportasi yang dapat dilalui oleh perahu kecil.
Kanal, waduk, dan kolam buatan ini didukung pula oleh saluran-saluran air yang lebih kecil, yang merupakan bagian dari sistem jaringan air di Majapahit. Di wilayah Trowulan, gorong-gorong yang dibangun dari bata sering ditemukan dengan ukurannya cukup besar, yang memungkinkan orang dewasa untuk masuk ke dalamnya. Candi Tikus yang merupakan pemandian (petirtaan) misalnya, mempunyai gorong-gorong yang besar untuk menyalurkan airnya ke dalam dan ke luar candi. Selain gorong-gorong atau saluran bawah tanah, banyak pula ditemukan saluran terbuka untuk mengairi sawah-sawah, serta temuan pipa-pipa terakota yang kemungkinan besar digunakan untuk menyalurkan air ke rumah-rumah, serta selokan-selokan dari susunan bata di antara sisa-sisa rumah-rumah kuno. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Majapahit telah mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sanitasi dan pengendalian air. Melihat banyak dan besarnya bangunan-bangunan air, dapat diperkirakan bahwa pembangunan dan pemeliharaannya membutuhkan suatu sistem organisasi yang teratur. Hal ini terbukti dari pengetahuan dana teknologi yang mereka miliki, yang memungkinkan mereka mampu mengendalikan banjir dan menjadikan pusat kota terlindungi serta aman dihuni.

Sampai sekarang, baik dari prasasti maupun naskah kuno, tidak diperoleh keterangan mengenai kapan waduk dan kanal-kanal tersebut dibangun serta berapa lama berfungsinya. Rusaknya bangunan-bangunan air tersebut mungkin diawali oleh letusan Gunung Anjasmoro tahun 1451, yang membawa lapisan lahar tebal yang membobol Waduk Baureno dan merusak sistem jaringan air yang ada. Candi Tikus yang letaknya di antara Waduk Kumitir dan Waduk Kraton bahkan seluruhnya pernah tertutup oleh lahar.
Keadaan kerajaan yang kacau karena perebutan kekuasaan ditambah dengana munculnya kekuasaan baru di daerah pesisir, mengakibatkan kerusakan bangunan air tidak dapat diperbaiki seperti sediakala. Erosi dan banjir yang terus menerus mengakibatkan daerah ini tidak layak huni dan perlahan-lahan ditinggalkan oleh penghuninya.

Kota-kota Besar Kerajaan
Perkampungan dan Dusun
Tidak diketahui secara pasti bagaimana bentuk rumah tradisional peninggalan Kerajaan Majapahit yang sesungguhnya. Dari sejumlah artefak yang ditemukan yang berkaitan dengan okupasi kerajaan, sulit rasanya untuk memberikan contoh baku prototipe rumah zaman Majapahit. Namun, ada segopok artefak dari tanah liat bakar berupa miniatur rumah dan temuan struktur bangunan yang diduga sebagai tipikal rumah Majapahit.
Ekskavasi di Trowulan tahun 1995 menunjukkan adanya struktur bangunan berupa kaki dari tanah yang diperkuat dengan susunan batu yang berspesi tanah setebal 1 cm, membentuk sebuah batur rumah. Denah batur berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran 5,20 x 2,15 meter dan tinggi sekitar 60 cm. Di sisi utara terdapat sebuah struktur tangga bata yang terdiri dari 3 anak tangga. Dari keberadaan dan tata letak tangga, dapat disimpulkan bahwa rumah ini menghadap ke utara dengan deviasi sekitar 90 55 derajat ke timur, seperti juga orientasi hampir dari semua arah struktur bangunan yang ada di Situs Trowulan.
Pada kedua sisi kaki bangunan terdapat selokan terbuka selebar 8 cm dan dalam 10 cm. Depan kaki bangunan selokan itu mengikuti bentuk denah bangunan tangga. Selokan tersebut dibangun dari satuan-satuan bata sehingga struktur selokan lebih kuat, dan airnya bisa mengalir lebih cepat. Di sekitar kaki bangunan ditemukan lebih dari 200 pecahan genteng dan 70 pecahan bubungan dan kemuncak, serta ukel (hiasan dari terakota yang ditempatkan di bawah jurai atap bangunan).
Struktur halaman bangunannya amat menarik dan unik. Tanah halaman ditutup dengan struktur yang berkotak-kotak, dan masing-masing kotak dibatasi dengan bata yang dipasang rebah di keempat sisinya, dan di dalam kotak berbingkai bata tersebut dipasang batu-batu bulat memenuhi seluruh bidang. Tutupan semacam ini berfungsi untuk menghindari bila halaman menjadi becek ketika hujan turun. Belum pernah ditemukan penutup halaman yang semacam ini, kecuali yang agak serupa ditemukan di selatan situs Segaran II. Dari temuan itu dapat diasumsikan bahwa tubuh bangunan didirikan di atas batur setinggi 60 cm. Kemungkinan bangunan dibuat dari kayu (papan) dan bukan dari bata karena di sekitar areal bangunan tidak ditemukan bata dalam jumlah yang besar sesuai dengan volume bangunannya. Mungkin tubuh bangunan dibuat dari kayu (papan) atau anyaman bambu jenis gedek atau bilik. Tiang-tiang kayu penyangga atap tentunya sudah hancur, agaknya tidak dilandasi oleh umpak-umpak batu yang justru banyak ditemukan di Situs Trowulan, karena tak ada satu pun umpak yang ditemukan di sekitar bangunan.
Tiang-tiang rumah mungkin diletakkan langsung pada lantai yang melapisi permukaan batur. Atap bangunan diperkirakan memunyai sudut kemiringan antara 35-60 derajat, ditutup dengan susunan genteng berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 24 x 13 x 0,9 cm dengan jumlah sekitar 800 -1.000 keping genteng yang menutupinya. Bagian atas atap dilengkapi dengan bubungan dan kemuncak, serta pada ujung-ujung jurainya dipasang hiasan ukel.
Rekonstruksi bangunan rumah yang didasarkan atas bukti yang ditemukan di situs tersebut, dapat dilengkapi melalui perbandingan dengan bentuk-bentuk rumah beserta unsur-unsurnya yang dapat kita lihat wujudnya dalam:
  1. artefak sezaman seperti pada relief candi, model-model bangunan yang dibuat dari terakota, jenis-jenis penutup atap berbentuk genteng, sirap, bambu, ijuk;
  2. rumah-rumah sederhana milik penduduk sekarang di Trowulan; dan
  3. rumah-rumah di Bali.
Lepas dari status sosial penghuni rumah ini, ada hal lain yang menarik, yaitu penduduk Majapahit di Trowulan, atau setidak-tidaknya penghuni rumah ini, telah menggabungkan antara segi fungsi dengan estetika. Halaman rumah ditata sedemikian rupa untuk menghindari genangan air dengan cara diperkeras dengan krakal bulat dalam bingkai bata. Di sekeliling bangunan terdapat selokan terbuka yang bagian dasarnya berlapis bata untuk mengalirkan air dari halaman. Dilengkapi pula dengan sebuah jambangan air dari terakota yang besar dan kendi berhias, yang memberikan kesan sebuah halaman rumah yang tertata apik. Di sebelah timur terdapat beberapa struktur bata yang belum berhasil diidentifikasi. Mungkin rumah yang ukurannya relatif kecil ini hanya merupakan salah satu komplek. Bangunan yang berada dalam satu halaman seluas 200-an meter persegi tersebut dikelilingi oleh pagar seperti yang dapat kita saksikan di Bali sekarang.
Kondisi Sosial - Politik
Pada awalnya, wilayah Majapahit hanya meliputi wilayah Daha dan Singasari saja, kemudian dalam perkembangannya, wilayah Kerajaan Majapahit mengalami perluasan. Kebijakan perluasan wilayah itu semakin mantab ketika Gadjah Mada diangkat sebagai Mahapati Amang Kubumi pada masa pemerintahan Tribhuana Tunggadewi. Dari beberapa sumber itu pula dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dengan Raja-raja Majapahit maupun raja-raja yang berkuasa atas kerajaan-kerajaan yang pernah ada sebelumnya.
Struktur pemerintahan kerajaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat kekuasaan yang bersifat teritorial dengan birokrasi yang terperinci. Pada prasasti Sukamerta (penanggungan) yang bertarikh 1296 M menyebutkan struktur pemerintahan antara Majapahit dan Daha saja. Isi prasasti tersebut mengungkapkan pada awal berdirinya, kerajaan Majapahit hanya memiliki satu negara bawahan yaitu Daha. Selain jumlah negara bawahan yang bertambah banyak, pejabat yang berada dalam struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit semakin kompleks. Raja dan keratonnya pada masa keemasan Kerajaan Majapahit merupakan pusat segala aktivitas kerajaan baik yang bersifat sakral maupun profan.
Stratifikasi sosial pada masa Majapahit tentu berlatar belakang agama Hindu dan Buddha yang biasanya terkait dengan konsep catur asrama dan catur warna. Konsep sosial seperti ini banyak ditemukan di sumber-sumber sejarah dari Kerajaan Majapahit seperti prasasti Kudadu yang bertarikh 1294 M, prasasti Tuhanyaru yang bertarikh 1323 M, prasasti Biluluk yang bertarikh 1395 M, prasasti Waringin Pitu yang bertarikh 1447 M, Nagarakertagama, dan juga kitab hukum Kutaramanawadharmasastra.
Keadaan Sosial Kerajaan Majapahit
Pada umumnya, rakyat Majapahit adalah petani, sisanya pedagang dan pengrajin. Selain pertanian, Majapahit juga mengembangkan perdagangan dan pelayaran. Hal ini bisa disimpulkan dari wilayah kekuasaan Majapahit yang meliputi Nusantara bahkan Asia Tenggara.Barang utama yang diperdagangkan antara lain rempah-rempah, beras, gading, timah, besi, intan, dan kayu cendana. Sejumlah pelabuhan terpenting pada masa itu adalah Hujung Galuh, Tuban, dan Gresik.
Majapahit memegang dua peranan penting dalam dunia perdagangan. Pertama, Majapahit adalah sebagai kerajaan produsen yang menghasilkan barang-barang yang laku di pasaran. Hal ini bisa dilihat dari wilayah Majapahit yang demikian luas dan meliputi daerah-daerah yang subur. Kedua, peranan Majapahit adalah sebagai perantara dalam membawa hasil bumi dari daerah satu ke daerah yang lain.
Perkembangan perdagangan Majapahit didukung pula oleh hubungan baik yang dibangun penguasa Majapahit dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Barang-barang dari luar negeri dapat dipasarkan di pelabuhan-pelabuhan Majapahit. Dan sebaliknya, barang-barang Majapahit dapat diperdagangkan di negara-negara tetangga. Hubungan sedemikian tentu sangat menguntungkan perekonomian Majapahit.
Masyarakat Majapahit relative hidup rukun, aman, dan tenteram. Majapahit menjalin hubungan baik dan bersahabat dengan negara tetangga, di antaranya dengan Syangka (Muangthai), Dharma Negara, Kalingga (Raja Putera), Singhanagari (Singapura), Campadan Annam (Vietnam), sertaKamboja. Negara−negara sahabat ini disebut dengan Mitreka Satata. Disebutkan bahwa pada masa Hayam Wuruk, penganut agama Hindu Siwadan Buddha dapat bekerjasama. Hal ini diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam Sutasoma atau Purusadashanta yang berbunyi “bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa” yang artinya: “di antara puspa ragam agama adalah kesatuan pada agama yang mendua.
Kerajaan Majapahit dan kerajaan vasal Majapahit
Majapahit merupakan kerajaan induk yang membawahi beberapa kerajaan di bawahnya. Kerajaan bawahan tersebut merupakan kerajaan vasal dengan Bhre atau Bhattara sebagai pemimpin kerajaan dan masih memiliki hubungan darah dengan Kerajaan Majapahit selaku kerajaan induk. Piagam Singosari (1351 M) menyebutkan ada 11 kerajaan bawahan yaitu :
  1. Kerajaan Daha Kediri dipimpin oleh Bhre Daha
  2. Kerajaan Wengker dipimpin oleh Raja Wijaya Rajasa
  3. Kerajaan Matahun dipimpin oleh Raja Rajasa Wardhana
  4. Kerajaan Lasem dipimpin oleh Bhre Lasem
  5. Kerajaan Pajang dipimpin oleh Bhre Pajang
  6. Kerajaan Kahuripan dipimpin oleh Tribuana Tungga Dewi
  7. Kerajaan Singasari dipimpin oleh Kerta Wardhana
  8. Kerajaan Paguhan dipimpin oleh Raja Singa Wardhana
  9. Kerajaan Mataram dipimpin oleh Wikrama Wardhana
  10. Kerajaan Wirabhumi dipimpin oleh Bhre Wirabhumi
  11. Kerajaan Pawanukan dipimpin oleh Putri Swardhani
Sedangkan Prasasti Waringin Pitu (1447) menjelaskan adanya 14 Kerajaan vassal Majapahit. Ini berarti terdapat penambahan ataupun pemekaran kerajaan dari sebelumnya yang dimuat oleh Piagam Singosari. Bertambahnya kerajaan vassal sejalan dengan bertambahnya jumlah pangeran. Jika dilihat dari susunan raja - raja dari kerajaan vassal tersebut didapati bahwa urutan dimulai dari Raja Majapahit, permaisuri, kerabat tua, anak serta cucu. Berikut ini adalah daftar ke 14 kerajaan tersebut
  1. Paduka Bhattara ring Daha Sri Bhattara Jayawardhani Dyah Jayeswari
  2. Paduka Bhattara ring Jagaraga Sri Bhattara Wijaya Indudewi Dyah Wijaya Duhita
  3. Paduka Bhattara ring Kahuripan Rajasa Wardhana Dyah Wijaya Kumara
  4. Paduka Bhattara ring Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini
  5. Paduka Bhattara ring Pajang Dyah Sureswari
  6. Paduka Bhattara ring Kembang Jenar Rajananda Iswari Dyah Sudarmini
  7. Paduka Bhattara ring Wengker Girisa Wardhana Dyah Surya Wikrama
  8. Paduka Bhattara ring Kabalan Mahamahisi Dyah Sawitri
  9. Paduka Bhattara ring Tumapel Singa Wikrama Wardhana Dyah Sura Prabawa
  10. Paduka Bhattara ring Singapura Rajasa Wardhana Dewi Dyah Seripura
  11. Paduka Bhattara Matahun Wijaya Parakrama Dyah Samara Wijaya
  12. Paduka Bhattara ring Wirabhumi Rajasa Wardhana Indudewi Dyah Pureswari
  13. Paduka Bhattara ring Keling Girindra Wardhana Dyah Wijaya Karana
  14. Paduka Bhattara ring Kalinggapura Kamala Wamnadewi Dyah Sudayita
Perlu dicatat bahwa Kerajaan Daha dan Kahuripan memiliki kesan ekslusif  karena biasanya diisi oleh Yuwaraja dan permaisuri raja. Untuk daerah lain siapa yang ditempatkan itu adalah hak prerogratif raja Majapahit. Kerajaan juga terkadang mengalami pengurangan pada waktu tertentu. Berikut adalah peta kerajaan vassal Majapahit


Wilayah Teritorial Kerajaan Majapahit (Hasta Mandala Majapahit)
Hasta Mandala merupakan wilayah kekuasaan Majapahit yang terbagi menjadi 8 wilayah. Istilah Hasta Mandala disebutkan di dalam kitab Negarakertagama yang dibuat pada masa Majaahit oleh Mpu Prapanca. Di kitab tersebut menceritakan tentang keberhasilan Gajah Mada dalam penyatuan wilayah teritorial Nusantara dan membaginya ke dalam Hasta Mandala Dwipa (delapan kawasaan pulau). Kawasan Hasta Mandala tidak hanya terikat pada pulau saja tetapi juga wilayah laut - laut diantara wilayah - wilayah Hasta Mandala.
Kawasan Hasta Mandala Dwipa
Berikut ini adalah pembagian hasta mandala dwipa yang dibagi pada zaman Majapahit
  • Mandala I, Wilayahnya adalah seluruh Jawa meliputi Jawa, Madura serta Galiyao (Kangean)
  • Mandala II, Wilayah Sumatera termasuk Lampung, Palembang, Barus, Batan, Lamuri, Barat (Aceh), Perlak, Tamiang, Mandahiling, Haru, Kempe, Pane, Kampar, Rekan, Siak, Minangkabau, Kahwas, Kandis, Dharmacraya (Sijunjung), Muara Tebo, Karitang (Indragiri), dan Jambi.
  • Mandala III, Wilayah Kalimantan yang meliputi Tanjungpuri, Malanua, Tanjung Kutai, Tabalong (Amuntai) Sebuku, Barite, Pasir, Solot (Sulu) Kalka Saludung, Baruneng (Brunei) Tirem (Peniraman), Samedang (Simpang), Landak, Kadangdangan (Kendangwangan), Lawai (Muara Labai), Sambas, Kota Waringin, Sdu (Sedang di Serawak), Kuta Lingga (Serawak), Sampit, Katingan dan terakhir Kapuas.
  • Mandala IV, Wilayah Semenanjung Melayu diantaranya, Pahang, Niran (Karimun), Kanjap (Singkep), Jere, Keda, Pakamuar (Pekan Muar), Nacor (Ligor), Trangganu, Kelantan, Kelang (Negeri Sembilan), Sanghyang Hujung, Tumasik (Singapura), Dungun (di Trengganu), Saimwang (Semang), Lengkaksuka (Kedah), dan Hujungmedini (Johor)
  • Mandala V, Wilayah di timur pulau Jawa meliputi Pulau Bali, Sumba dan Timur (Timor), Saksak (Lombok Timur), Mirah (Lombok Barat), Gurun (Gorong) Hutan Kandali (Baru) Geram, Bhima, Sanghyang Api (Sangeang), Sapi, Dompo, Taliwang (Sumbawa), Gurun (Nusa Penida), Lwagajah dan Bedulu
  • Mandala VI, Wilayah Sulawesi meliputi Banthayang (Bonthain) Luwuk (Luwu) Makassar, Solot (Solor), Galiyao Selaya, Kunir, Benggawi (Banggai) serta Butun (Buton)
  • Mandala VII, Wilayah Maluku diantaranya Muar (Kei), Maloko (Ternate), Ambwan (Ambon), dan Wandan (Banda)
  • Mandala VIII, Wilayah Papua meliputi Onin (Papua Barat dan Seran (Papua Selatan)
Kondisi Ekonomi Kerajaan Majapahit
Fase imperial Kerajaan Majapahit juga dapat dibuktikan dengan semakin pesatnya kegiatan perekonomian kerajaan. Perdagangan menjadi salah satu faktor penggerak perekonomian kerajaan dan berlangsung dalam segala yang masif. Tidak hanya antar daerah-daerah Nusantara saja, melainkan juga berskala Internasional. Sistem moneter yang berlaku dalam perdagangan antar kerajaan ditandai dengan penggunaan mata uang Cina yang mendominasi. Beras merupakan hasil utama Kerajaan Majapahit dan komoditi penting yang menjadikan kerajaan tersebut sebagai salah satu pusat perdagangan Internasional di Asia. Kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat Majapahit di masa Hayam Wuruk membuat semakin banyak barang-barang mahal yang di datangkan dari Cina beredar di wilayah kerajaan tersebut. Apalagi karena terdapat beberapa kebijakan raja yang menganugerahkan hak istimewa kepada kelompok masyarakat tertentu untuk memiliki barang yang di masa lalu hanya boleh dimiliki oleh raja dan keluarganya saja. Keistimewaan yang diberikan Hayam Wuruk kepada kelompok tersebut tercatat dalam prasati Canggu yang bertarikh 1358 M. Dengan adanya keistimewaan khusus di peruntukkan bagi komunitas di daerah aliran sungai Brantas itu memperlihatkan peranan komunitas tersebut yang strategis bagi Kerajaan Majapahit. Jalur sungai memegang peranan penting bagi terciptanya kemakmuran di wilayah kerajaan.
Ekonomi
  • Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus perdagangan pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. 
  • Ekonomi Jawa sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 
  • Sekitar tahun 1300 pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi. Keping uang dalam negeri diganti dengan uang “Kepeng”yaitu uang tembaga impor dari dari China. 
  • Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. 
  • Macam pekerjaan : Pengrajin emas dan perak penjual minuman dan juga atau tukang dagang. 
  • Komunitas ekspor Jawa : lada, garam, kain dan burung kakak tua. 
  • Komuditas Impor : mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. 
  • Mata uang dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dam tembaga. 
  • Kemakmuran Majapahit diduga karena :
    1. Lembah sungai Brantas dan Bengawan solo didaratan rrendah Jawa Timur utara sangat cocok umtuk pertanian Padi. 
    2. Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di Pantai Utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan Pangkalan untuk mendapatkan Komuditas rempah-rempah Maluku pajak yang dikenakan pada komuditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting.
  • Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap Semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan Internasional.

Struktur Pemerintah
1. Raja
2. Yuaraja / Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini
  • Mahamantri i-hino
  • Mahamantri i-hulu
  • Mahamantri i-sirikan
 4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
  • Rakryan Mahapatih (Panglima atau Hamangkubhumi)
  • Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan)
  • Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)
  • Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas - tugas protokoler)
  • Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing - masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagaamn yang disebut Upapat. Pada masa Hayam Wuruk ada 7 Upapati.
Selain struktur tersebut, terjabat juga pejabat di bawah raja di daerah dan raja daerah (bhre / bhatara i) yang masing - masing memerintah daerah - daerah tertentu. Selain itu ada juga pejabat sipil dan militer. Dari struktur pemerintahan tersebut dapat dilihat bahwa sistem pemerintahannya sudah sangat teratur.

BUDAYA MASA KERAJAAN MAJAPAHIT
Kerajaan majapahit yang dibangun raden wijaya 1293-1309 M hingga mencapai masa kejayaan Hayam Wuruk 1350-1389 M mampu melahirkan seni budaya yang bernilai seni maupun historis yang tinggi. Seni budaya masa majapahit tersebut beragam jumlahnya sebut saja tarian, wayang beber, jatilan dan beberapa kesenian khas majapahit hingga kini masih bertahan, bahkan seni budaya majapahit tidak hanya mampu melahirkan kesenian semata melainkan juga seni sastra, puisi hingga seni terakota, seni pahat serta seni patung. Seni budaya dimasa majapahit muncul ke permukaan yang jumlahnya beragam mencapai puluhan seperti: tarian bedhana surya, tarian bentengan, tarian golek sedayung dan puluhan lainnya.

Menariknya seni budaya majapahit mampu menciptakan kesenian rakyat atau tradisional bersifat adi luhung diantaranya: kesenian reog misalnya terbentuk bermula dari sikap ki ageng sunu yang memberontak bhre kerthabumi kemudian membentuk kesenian reog selanjutnya wayang beber yang juga kesenian peninggalan majapahit. Wayang beber berbentuk lembaran bergambar kemudian dibeberkan selanjutnya jatilan sekilas seperti drama tari yang melukiskan kegagahan prajurit majapahit dalam berperang dipadu dengan magis atau kesurupan.
Kesenian yang mengacu pada majapapit jumlahnya cukup banyak, namun kebanyakan kesenian-kesenian tersebut bersifat hiburan meski beberapa kesenian masa majapahit adalah sebuah gambaran dalam suatu peristiwa reog, jatilan, tarian wedhana surya majapahit misalnya kemudian dikembangkan dalam bentuk rangkaian gerakan tarian dipadu irama musik yang unik sehingga membentuk drama tari yang eksotif. Selain tarian pada masa kerajaan majapahit juga memberi perhatian terhadap seni budaya lainnya, bahkan seni budaya ini berkembang pesat dizamannya seni sastra yang jumlahnya cukup banyak seperti kitab kakawin negarakertagama karya empu prapanca misalnya yang berisi tentang keadaan ibukota majapahit, daerah jajahan majajahit dan kitab ini umumnya berbentuk puisi kuno berbahasa jawa kawi. 

Sementara kitab-kitab lain sebut saja kitab pararathon, kitab sutasoma apalagi kitab maupun seni prosa, seni puisi kala itu tumbuh subur dimasa hayam wuruk sehingga tak heran bila beragam kitab hasil kebudayaan hayam wuruk dijadikan sumber sejarah oleh para ilmuwan hingga kini. Uniknya kemajuan seni budaya masa majapahit tidak terpaku pada bentuk seni tarian,puisi,sastra saja tetapi seni lain juga diberi ruang gerak yang luas yakni seni terakota ,sebuah kerajinan rakyat masa majapahit yang berbahan dasar tanah liat kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni yang bernilai citra rasa tinggi. Seni terakota masa majapahit maju pesat mampu menciptakan anekaragam kerajinan tanah liat diantaranya: jambangan bunga, celengan, kendi, genting, batu bata dan lainnya.
Seni terakota ketika itu mampu menembus pasaran mancanegara sehingga tak heran kerajinan tanah liat ini memberi nilai plus bagi ekonomi rakyat selanjutnya seni pahat. Seni pahat masa majapahit mengalami kemajuan yang berarti terlihat ratusan ragam pahat telah banyak dihasilkan baik berbentuk arca, patung, candi tikus, candi kedhaton, gapura, relief yang indah eksotif dan sisa peninggalan tersebut dapat dijumpai dalam kawasan triwulan.
Seni budaya masa majapahit memang berkembang pesat dizaman pemerintahan hayam wuruk, namun sayangnya pasca majapahit mundur seni budaya masa majapahit sekarang hampir punah sebut saja tarian khas majapahit hingga kini tidak berbekas hanya tarian werdhana surya, golek sedayung diduga tarian khas majapahit yang masih bertahan. Sementara seni budaya lain kesenian tradisional khas majapahit yang masih eksis bisa dihitung dengan jari sebut saja reog ponorogo, wayang beber gunung kidul, jatilan dan beberapa kesenian tradisional lainnya kemudian seni terakota, seni pahat, seni patung kini masih dapat ditemui dalam kawasan Trowulan, mojokerto, jawa timur mengingat berlangsung turun temurun.
Budaya Majapahit
  • Peristiwa utama dalam kalender tata negara digeser tiap hari pertam bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah tahlukkan Majapahit datang ke Istana untuk membayar upeti. 
  • Ibukota di Trowulan (Kota besar dan dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakn). 
  • Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokero. 
  • Raja (Jawa) memiliki bawahan tujuh raja bermahkota memiliki Pulau dengan penduduk yang banyak.
Majapahit menurut pendapat para warga Desa Trowulan
Agama
Upacara keagamaan adalah suatu bentuk pemenuhan kebutuhan religi manusia yang pada dasarnya merupkan fenomen yang menggabungkan unsure social dan budaya. Pada masa majapahit ada tiga agama yang diakui sebagai agama negara, yaitu Agama Siwa ( Hindu) yang diurus Dharmadiyaksa Kasaiwan, Budha yang diurus Dharmadiyaksa Kasogatan. Aliran Karsyan ( pertapa ) yang diurus Menteri Herhaji.
Surya Majapahit
Merupakan salah satu cirri khas kesenian peninggalan Kerajaan Majapahit yang pada bagian dalamnya terdapat sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut “Dewata Nawa Sanga”. Dewa utama yang berada di lingkaran utama terdiri dari : Siwa (pusat), Iswara (timur), Mahadewa (barat daya), mahesora (tenggara), dan sangkara (barat laut). Sedangkan dewa minor berada pada sinar yang memancar yang terdiri dari : Indra (hujan/petir), Agni (api), Yama (maut), Nrrt (kesedihan), Baruna (laut), Bayu(angin), Isana (kekuatan alam).
Nandiswara
Nandiswara merupakan salah satu pengiring dewa siwa yang mempunyai kekuatan sebagai penolak balak seperti halnya Mahakala. Biasanya digambarkan bertangan dua, tangan kiri memegang sampur, tangan kanan bertumpu pada miniatur bagnunan.
Nandi
Nandi merupakan lembu yang menjadi wahana atau kendaraan Dewa Siwa dalam mitologi Hindu, candi yang memiliki arca nandi adalah candi yang digunkan untuk Hindu-Siwa dan biasanya ditempatkan diruangan suci sebuah candi ( garbhaghra ). Nandi biasanya digambarkan diposisi mendekam.
Sumpah Amerta Palapa lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seran, tanjung pura, ring haru, ring oahang, pompo, ring bali, sunda, Palembang, tumasik, samana insun amukti palapa”. “setelah tunduk palapa saya akan beristirahat setelah kalah guru, seran, tanjung pura, haru, Pahang, pompo, bali, sunda, Palembang, tumasik, barulah saya akan beristirahat”.



Kesenian-kesenian (kearifan lokal) masyarakat majapahit diantaranya :
  1. Blencong
    Merupakan wayang kulit, yaitu salah satu seni pertunjukan pada masa Majapahit. Cerita diambil dari epos Mahabarata dan Ramayana. Pertunjukan di mulai setelah matahari tenggelam.
  2. Adanya lampu
    Penerangan menggunakan lampu yang berbahan minyak kelapa, minyak jarak dan lemak hewan.
  3. Hiasan pintu yang memiliki bentuk yang beraneka ragam.
  4. Alat rumah tangga
    Sesuai dengan perkembanganmata pencaharian (sendok sayur, gayung, teko).
  5. Adanya mata uang
    Nama-nama mata uang ( ma, kepeng, gobog besar, gobog kecil) yang menandakan bahwa Majapahit sudah menjalin hubungan dengan Negara tetangga.
  6. Prasasti Alasantan
    Terdapat 4 lempeng yang dipahat pada salah satu sisi. Isinya mengisahkan pada tanggal 5 Kresnapaksa bulan Badrawada tahun 861 Saka, Sri Maharaja Halu Dyah Sendok Sri Isana Wikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan di bawah kekuasaan Bawang Mapapan ( ibu dari Rakyan Mapatih I Halu Dyah Sahasta) diberi hak otonom menjadi tanah sima.
  7. Sumur Jobong : untuk pengairan sawah.
    Sumur Bata Lengkung : untuk rumah tangga
    Sumur Bata Kotak : merupakan sumur suci.
  8. Perlengkapan ritual agama
    Pedupan, cermin, bejana/ guci armetha.
Adanya kesatuan dalam beragama dan munculah tanama darma “ walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu juga dan tuhan hanya satu”. Yang bertujuan untuk menyatukan Majapahit, bukti dari hal ini adalah adanya candi Brahu yang merupakan candi yang berlambangkan candi Siwa-Budha dan adanya bukti penerimaan agama Islam di Majapahit dengan nisan untuk kubur, walaupun agama Islam masih minoritas.
Hayam Wuruk sendiri memiliki strategi untuk menyatukan Nusantara dengan cara menyatukan dua kerajaan lewat pernikahan yaitu Hayam Wuruk (Majapahit) dengan Dyah Pitaloka (Padjadjaran) walaupun pada berakhir dengan tragis . Penyatuan nusantara sendiri dilambangkan dengan lingga dan yoni. Kerajaan Majapahit sendiri dikelilingi oleh sungai Brantas. Lokasi keraton jarang ditemukan sedangkan bangunan candi berada di mana-mana, itu karena keraton terbuat dari bahan yang tidak seawet bahan yang diperuntukkan untuk bangunan candi. Manusia pada saat itu menempatkan candi pada daerah yang subur serta dapat memilih batuan yang tepat. Dari sini dapat diambil nilai-nilai kerifan lokal berupa tata letak dan pemilihan bahan yang tepat dan strategis.
Pada candi di Jawa Timur banyak yang hanya menggunakan batu bata yang hanya disusun tidak menggunakan tambahan bahan lain, dan uniknya batu bata tersebut dapat terjaga sampai sekarang. Dikatakan bahwa batu bata tersebut berasal dari bahan tanah yang ada akar serabutnya karna pada tanah tersebut tanahnya terurai sehingga jika dibakar dan direndam air semakin lama akan semakin awet dan menjadi bahan batu bata yang berkaualiatas. Candi di Jawa Tengah lebih menarik dari segi bentuk dari pada candi di Jawa Timur itu karena candi di Jawa Tengah dibangun dalam satu wangsa sedangkan di jawa timur berbeda-beda wangsa.
Konsep-konsep kubudayaan yang sakral seperti upacara dll sampai sekarangpun masih dilestarikan, hanya saja konsep pelaksanaannya yang berbeda dengan zaman dahulu. Upacara-upacara tersebur pada saat sekarang di realisasikan dalam bentuk kegiatan grebeg sura, dan juga melalui bangunan dengan pendirian museum. Pelakunya bukan berarti harus orang hindu justru yang melakukan tersebut adalah orang-orang Islam kejawen. Apabila kita ingin melihat bagaimana kerajaan tersebut kita bisa bayangkan Bali, karena Bali merupakan representatif Majapahit yang ada pada masa sekarang.
Peninggalan Kerajaan Majapahit
Surya Majapahit merupakan ciri peninggalan kerajaan Majapahit yang didalamnya terdapat sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut dengan “Dewa Naga Sanga”.Peninggalan peninggalan yang ada di Majapahit (ada beberapa)

  1. Nandiswara
    Nandiswara merupakan salah satu pengiring dewa Siwa yang mempunyai kekuatan sebagai penolak bala. Biasanya ia digambarkan bertangan dua, yang kiri memegang sampur, yang kanan bertumpu pada miniatur bangunan. Dalam tuganya menjaga bangunan suci. Nandiswara ditempatkan direlung kiri pintu masuk.
  2. Nandi
    Nandi merupakan lembu yang menjadi wahana/kendaraan Dewa Siwa, dalam Mitologi Hindu. Candi yang memiliki arca Nandi adalah candi yang digunakan untuk pemujaan Hindu-Siwa, dan biasanya ditempatkan pada ruangan suci sebuah Candi (Garbhagrha). Nandi biasnya digambarkan dalam posisi duduk menghadap kekanan.
  3. Sapta Rsi
    Sapta Rsi adalah tujuh tokoh yang berkedudukan sebagai penyebar agama Hindu keseluruh dunia. Tokoh ini digambarkan dalam sikap duduk bersemedi dan kepalanya memakai surban.

Menurut apa yang dijelaskan oleh guide, makam tujuh Troloyo merupakan bukti dari diperbolehkannya Islam masuk di Majapahit, hal itu menyebabkan adanya bentuk toleransi yang dilakukan antar umat beragama. Mengapa bisa terjadi kerukunan? Karena dengan adanya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti ”walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua".Runtuhnya Kerajaan Majapahit bukan karena adanya masuknya agama islam, tetapi disebabkan oleh adanya perang saudara atau yang lebih dikenal dengan perang “paragreg”. Hal itulah yang menjadi pemicu utama runtuhnya kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit dikelilingi oleh sungai Brantas dan empat sungai dan dipindahkan ke Trowulan. Trowulan awalnya adalah hutan tarih. Jarak Trowulan dari pintu gerbang kedalam memerlukan waktu yang lama, yaitu sekitar selama setengah hari. Untuk melestarikan jejak Kerajaan Majapagit yang ada di Trowulan, maka dibangunlah sebuah museum yang berisi tentang barang-barang peninggalan Majapahit.
Adapun fungsi museum Majapahit pada saat ini adalah:

  • Akademik atau pendidikan
  • Ekonomi
  • Ideologi
Dengan adanya museum Majapahit, presepsi masyarakat sangat bangga, sebab bagian dari benda cagar budaya yang menjadi kebanggan hasil nasional dan memajukan perekonomian masyarakat. Di masa Majapahit terdapat waduk yang airnya berasal dari empat gunung yang mengelilingi kerajaan Majapahit.Berikut ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang masih bisa kita kunjungi atau kita lihat
a. Kolam Segaran
Kolam segaran merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang menunjukkan Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang kaya, dengan membuang peralatan makan seperti prirng emas, sendok emas dll. Namun didasar kolam terdapat sebuah jaring yang digunakan untuk menangkap peralatan makan yang dibuang agar bisa diambil kembali.
Bangunan kolam segaran dikelilingi tembok dari bata dengan tinggi dinding 3,16 meter dan lebar 1,6 meter. Pintu masuk ada disebelah barat. Fungsi dari kolam ini sebagai waduk penampung air, tetpi menurut berita Cina dan cerita rakyat, kolam ini sebagai tempat rekreasi dan menjmu tamu dari luar negeri. Diceritakan juga bila perjamuan selasai peralatan perjamuan seperti piring, sendok, dan sebagainnya dibuang dalam kolam untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang kaya. Tetapi, menurut cerita didalam kolam tersebut terdapat jaring yang membentang sepanjang kolam. Jadi ketika tamu majapahit yang dari mancanegara sudah kembali ke negrinya, maka barang-barang yang sudah dibuang tadi akan diambil kembali.
Ketika masa Majapahit dulu, dipojok-pojok kolam terdapat pintu-pintu untuk aliran air. Tetapi sekarang ditutup, suopaya tidak ditumbuhi rumput. Didalam kolam segaran sekarang tidak terdapat filter. Maka, apabila hujan terus menerus air dalam kolam tersebut akan mongering.

b. Candi Tikus
Candi Tikus sebenarnya bukan Candi Tikus namun tempat pemandian suci. Ditemukan pada tahun 1914 di desan Temon oleh Adipati Aryo Kromojoyo secara tidak sengaja. Penemuan tersebut diawali laporan bahwa didaerah itu terjangkit wabah tikius yang bersarang pada sebuah gundukan. Ketika gundukan itu dsibongkar ternyata didsalamnya ada sebuah candi yang dikelilingi delapan miniature candi lain yang menggambarkan gunung mahameru sebuah gunung suci yang merupakan sumber kehidupoan dengna dilambangkn oleh air yang mengalir dari btu candi.Setelah ditindak lanjuti oleh Bupati ditemukan penemuan - penemuan baru yaitu pemandian.Ternyata sebuah pemandian suci yang tengahnya terdapat Replika Mahameru dikelilingi oleh konsep Nawa Sanga (penjuru mata angin). Konsep airnya yaitu Gunung air sebagai konsep kehidupan artinya : upaya mendapatkan air amerta atau kebudian maknanya pendekatan diri kepada penguasa sehingga mendapatkan keamanan atau perlindungan
c. Candi Minakjinggo
candi Minakjinggo terbuat dari batu bata merah dan batu andesit. Candi ini digunakan sebagai tempat untuk melakukan upacara keagamaan. Mengapa disebut dengan “Minakjinggo?’ karena badannya yang besar, mata yang melotot dan berwatak jahat. Akhirnya masyarakat menamai dengan sebutan “Minakjinggo”
d. Sumur di Trowulan
Di Trowulan banyak ditemukan sumur - sumur kuno yang berbentuk lingkaran terbuat dari batu - bata lengkung. Bagian tepi sumur terbuat dari struktur batu bata dan tembikar (jobong) berbentuk lingkaran namun ada juga yang berbentuk segi empat. Candi - Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit

  • Candi Sukuh
  • Candi Cetho
  • Candi Pari
  • Candi Jabung
  • Candi Brahu
  • Candi Tikus
  • Candi Surawana
  • Candi Bajangratu
  • Candi Wringin Branjang
  • Candi Minakjinggo
  • Candi Rimbi
 
Simbol Surya Majapahit
Majapahit mempunyai simbol kerajaan bernama Surya Majapahit yang ditemukan pada bangunan peninggalan kerajaan Majapahit. Lambang Surya Majapahit berbentuk matahari yang memiliki sudut delapan dengan lingkaran di tenngahnya yang menampilkan dewa dari agama Hindu. Bentuk Surya Majapahit seakan membentuk diagram kosmologi dengan jurai khas matahari. Karena populernya lambang ini pada penemuan - penemuan yang berkaitan dengan Majapahit maka para arkeolog menduga bahwa lambang ini adalah lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit juga bisa di lihat di Masjid Agung Demak yaitu diatas tempat imam.

Bendera Merah Putih Kerajaan Majapahit
Majapahit menggunakan bendera berwarna merah putih dibuktikan dengan tulisan yang ada di kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca. Kitab tersebut menceritakan bendera merah putih yang menjadi benda yang sakral dan digunakan pada acara kebesaran raja Hayam Wuruk ketika berkuasa yaitu periode 1350 hingga 1389. Menurut Mpu Prapanca bendera merah putih merupakan warna yang mulia. Selain Majapahit, Singosari juga menggunakan warna merah putih pada masa Sisingamangaraja IX yang berasal dari Batak.
 
Alasan Mengapa Majapahit Tidak Menguasai Australia
Seperti yang kita ketahui dari sumpah pallapa yang di ucapkan Maha Patih Gajah Mada bahwa ia berjanji akan menyatukan nusantara. Sumpah tersebut berhasil di tepati dengan menggabungkan wilayah hampir seluruh Asia Tenggara, sebagian Asia Selatan serta kepulauan Madagaskar. Lalu mengapa Australia yang begitu dekat dengan wilayah Indonesia tidak dikuasai oleh Kerajaan Majapahit? Australia terutama bagian timur adalah daratan yang gersang yang sulit untuk ditumbuhi tanaman seperti yang ada di daerah Indonesia. Australia memiliki iklim yang ekstrim karena semakin mendekati kutub selatan, hal ini menjadikan Majapahit enggan mendudukinya. Selain itu Australia tidak berada pada jalur perdagangan India - Cina, secara ekonomi Australia tidak menguntungkan bagi Majapahit, kerajaan Majapahit lebih memilih untuk melebarkan pengaruhnya ke daerah - daerah jalur perdagangan dengan perhitungan apabila menguasai daerah perdagangan maka akan dapat mengambil keuntungan dari pajak serta penjualan komoditi dari nusantara. Terbukti dengan dikuasainya Madagaskar dari pada Australia. Pantai selatan dikenal sebagai tempat bersemayamnya Nyi Roro Kidul dan Nyi Blorong yang dianggap sebagai sosok yang dtakuti Kerajaan Majapahit sehingga mengurungkan niat untuk menguasai Australia. Bahkan Abel Tasman seorang Belanda yang pernah sampai di Australia pun tidak tertarik kepada Australia untuk diduduki Belanda.
Lalu bagaimana dengan Inggris sebagai negara yang menginvasi Australia dan apa ketertarikan Australia sampai menginvasi Autralia sebagai tempat jajahan dengan segala kekurangannya? Australia dan Eropa memiliki iklim yang hampir sama jika di Eropa musim dingin dimulai dari bulan Desember sedangkan di Australia musim dingin dimulai dari bulan Juni, selain itu Australia cocok untuk dijadikan tempat pembuangan para penjahat negara Inggris. 

Empat Pataka Kerajaan Majapahit
Pataka merupakan sejenis bendera atau panji militer yang biasanya digunakan dalam perang untuk menentukan titik berkumpul pasukan serta menandai lokasi panglima perang. Pataka ini biasa kita lihat di perang - perang film Cina serta Eropa. Berikut ini adalah Pataka yang dimiliki Majapahit namun tidak berada di Indonesia
  • Pataka Sang Dwija Naga Nareswara
Pataka Sang Dwija Naga Nareswara berbentuk Tombak Pataka Nagari yang menggambarkan naga kembar penjaga Tirta Amertha. Pataka ini berbentuk tombak dengan bahan dasar adalah tembaga yang di buat di era Singhasari dan diwariskan ke Majapahit. Pataka ini merupakan satu - satunya yang diselamatkan oleh Raden Wijaya ketika masa keruntuhan Majapahit. Pataka lainnya dirampas oleh Jayakatwang ke kerajaan Kediri.
Pada tombak pataka inilah bendera Kerajaan Majapahit Wilwatikta dipasang, ketika hutan tarik sesaat setelah peyerangan bangsa Mongol ke kerajaan Kediri dan penyerangan Raden Wijaya bersama 9 arya ke bangsa Mongol. Bendera tersebut bernama Gula - Kelapa atau yang berarti Merah Putih yang hingga saat ini diwariskan ke bendera merah putih Indonesia. Tombak ini sekarang terseimpan di Amerika Serikat, tepatnya di The Metropolitan Museum of Art, 1000 5th Avenue, New York, NY-USA. Hal ini sangat mengherankan, karena Amerika tidak mempunyai keterkaitan sejarah dengan bangsa Indonesia. Kemungkinan artefak Pataka ini diambil oleh Belanda dan kemudian dijual ke Amerika.
  • Pataka Sang Hyang Baruna
Pataka Sang Hyang Baruna berbentuk sebuah tombak (Tombak Pataka Nagari) yang dilengkapi dua mata tombak kembar yang berada di kepala serta di ekor sebuah naga. Tombak ini berbahan dasar tembaga yang dibuat pada zaman kerajaan Singhasari dan kemudian diwariskan ke Kerajaan Majapahit. Pataka ini biasanya ditempatkan di bagian depan kapal yang menandakan bahwa di kapal tersebut terdapat Raja atau wakil kerajaan. Bendera yang di pasang di tombak ini bernama Getih - Getah Samudra yang memiliki corak lima garis merah serta empat garis putih, perlambang bendera militer kerajaan Singhasari atau Majapahit. Hingga saat ini bendera Getih Getah Samudra masih dipakai oleh TNI-AL dalam kapal - kapalnya ketika berada di perairan internasional yang bernama paji Ular - Ular Tempur.
Pataka ini pertama kali digunakan yaitu ketika dilakukannya Ekspedisi Pamalayu oleh Kerajaan Singhasari, selanjutnya Ekspedisi Duta Besar Adityawarman yang datang ke Cina selama dua kali, dan terakhir adalah ekspedisi Nusantara oleh Mahapatih Gajah Mada.  Tombak ini sekarang berada di The Metropolitan Museum of Art, 1000 5th Avenue, New York, NY-USA. 
 
  • Pataka Sang Padmanaba Wiranagari
 
Yang ketiga adalah Sang Padmanaba Wiranagari. Tombak ini juga dibuat pada masa Singhasari dan diwariskan ke Majapahit. Pataka ini semula dirampas oleh Kediri ketika Jayakatwang mengalahkan Singhasari, namun para eks abdi Singhasari pada ekspedisi pamalayu merebut kembali. Ketika itu para abdi Singhasari meminta izin kepada Raden Wijaya untuk merebut kembali Pataka Singhasari yang dirampas Jayakatwang. Namun pasukan abdi Raden Wijaya tersebut sebelumnya tidak diizinkan karena Raden Wijaya trauma dengan perang saudara yang baru saja terjadi (Raja Jayakatwang dan Kertanegara yang memiliki hubungan kekerabatan dari kakeknya Narasingamurti).
 
Kemudian para abdi Raden Wijaya nekat untuk merebut pataka tersebut yang sebelumnya berpamitan terlebih dahulu dengan Raden Wijaya dan istrinya Tribhuwaneswari. Tribhuwaneswari tidak mengiyakan sekaligus tidak berkata tidak, ia hanya berkata : "penuhi dharmamu sebagai ksatria". Hal ini yang kemudian dijadikan semangat untuk merebut peninggalan Singhasari di Daha Kediri.
Mereka pada akhirnya berhasil membawa 5 pataka Singhasari serta meneguhkan sikap orang - orang Daha yang masih bingung memihak ke siapa, kemudian diyakinkan oleh para arya untuk mengabdi ke penerus Singhasari yang sah yaitu Raden Wijaya. Pada tombak inilah pertama kali Lambang Majapahit di pasang.
  • Sang Hyang Naga Amawabhumi
Pataka terakhir adalah Sang Hyang Naga Amawabhumi yang berarti naga penjaga keadilan yang berbentuk naga yang juga terdapat sebuah lempengan diatasnya. Pataka ini juga terbuat dari bahan tembaga dan dibuat pada masa kerajaan Singhasari.
Peninggalan Prasasti Pada Zaman Majapahit
Prasasti adalah sumber tertulis yang sangat penting dari masa lalu yang isinya antara lain mengenai  kehidupan masyarakat seperti tentang administrasi dan birokrasi pemerintahan, kehidupan ekonomi, pelaksanaan hukum dan keadilan, sistem pembagian bekerja, perdagangan, agama, kesenian, maupun adat idtiadat (Noerhadi, 1997:22). Berikut ini adalah prasasti - prasasti pada zaman Majapahit, diantaranya :
Prasasti Kudadu (1294 M)
Prasasti Kudadu membahas tentang pengalaman Raden Wijaya sebelum menjabat sebagai Raja Majapahit yang ditolong oleh Rama Kudadu dari tentara Jayakatwang setelah Raden Wijaya mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit, warga desa Kudadu serta Rama Kudadu kemudian diberi tanah perdikan.
Prasasti Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi (1305 M)Kedua prasasti ini membahas tentang persitiwa Raden Wijaya yang memperistri para putri Kertanegara diantaranya Sri Paduka Parameswari Dyah Sri Tribuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, serta Sri Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri, selain itu juga menyebutkan adanya raja muda di Daha dari anaknya dari permaisuri yang bernama Sri Jayanegara.
Prasasti Wringin Pitu (1447 M)
Prasasti ini menceritakan bentuk pemerintahan serta sistem birokrasi Majapahit yaitu yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan dengan Bhre sebagai pemimpin kerajaan bawahan tersebut diantaranya, Bhre Kelinggapura, Bhre Keling, Bhre Singhapura, Bhre Kabalan, Bhre Jenar, Bhre Tanjungpura, Bhre Jagrag, Bhre Tumapel, Bhre Matahun, Bhre Wirabhumi, Bhre Wengker, Bhre Pajang, Bhre Kahuripan, dan Bhre Daha.
Prasasti Canggu (1358 M)
Prasasti ini berisi tentang aturan tempat penyebrangan di Sungai Bengawan Solo.
Prasasti Biluluk (1366 M) Biluluk II (1395 M) Biluluk III (1395 M)Prasasti Biluluk berisi tentang aturan sumber air asin yng diperuntukkan keperluan ketentuan pajak dan pembuatan garam.
Prasasti Karang Bogem (1387 M)
Prasasti ini menyebutkan adanya pembukaan daerah perikanan di Karang Bogem
Prasasti Marahi dan Prasasti Parung
Prasasti ini berisi tentang sengketa tanah, peraturannya yaitu persengketaan tanah diputuskan oleh pejabat kehakiman yang telah menguasai kitab hukum adat setempat.
Prasasti Katiden I (1392)
Berisi pembebasan pajak bagi desa Katiaden yang meliputi 11 wilayah desa. Pembebasan ini dikarenakan 11 wilayah desa memiliki tugas yang berat yaitu memeilihara hutan dai daerah Gunung Lejar.
Prasasati Alasantan (939 M)
Berisi perintah Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri Isanawikrama untuk tnah Alasasntan dijadikan menjadi tanah perdikan kepada Rakryan Kabayan pada 9 September 939 M.
Prasasti Kamban (941 M)
Prasasti ini menyebutkan Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa yang meresmikan desa Kamban menjadi tanah perdikan pada 19 Maret 941 M.
Prasasti Hara - Hara (Trowulan VI) (966 M)
Berisi tentng Mpu Mano yng menyerahkan tanah kepada Mpungku Susuk Pager srta Mpungku Nairanjana yang diperuntukkan membiayai sebuah rumah doa (Kuti) pada 12 gustus 966 M.
Prasasti Wurare (1289 M)
Prasasti ini menyebutkan bahwa raja Sri Jnamasiwabajra berhasil menyatukan Jenggala dan Panjalu. Gelar raja ini adalah Kertanegara pada 21 September 1289.
Prasasti Maribong (Trowulan II) (1264 M)
Menyebutkan Wisnuwardhana menjadikan desa Maribong sebagai tanah perdikan pada 28 Agustus 1264 M.

Prasasti Canggu (Trowulan I)
Prasasti ini menyebutkan aturan serta ketentuan hukum dsa di tepi sungai Brantas dan SOlo yang menjadi tempat penyebrangan.

Sastra Zaman Awal Majapahit 
- Kitab Negara Kertagama yang dikarang oleh Mpu Prapanca
- Kitab Sutasoma yang dikarang oleh Mpu Tantular
- Kitab Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Tantular
- Kitab Kunjakarna
- Kitab Parhayajna

Sastra Zaman Akhir Majapahit 
- Kitab Prapanca yang menceritakan raja Singasari dan Majapahit
- Kitab Sundayana yang menceritakan tentang perang Bubat
- Kitab Ranggalawe yang menceritakan tentang pemberontakan Ranggalawe
- Panjiwijayakrama yang menceritakan tentang kisah Raden Wijaya hingga menjadi raja di Majapahit - Kitab Usana Jawa yang menceritakan tentang penaklukan Pulau Bali yang dilakukan Gajah Mada, para arya Majapahit dan Arya Damar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel serta penumpasan raja raksasa yang bernama Maya Denawa.
- Kitab Usana Bali yang menceritakan tentang kekacauan di pulau Bali.
 
Sumber :
Djafar, Hasan.2013.Masa Akhir Majapahit:Gindrawarddhana&masalahnya:Komunitas Bambu
Drake, Earl.2012.Majapahit:Sandyakala Rajasawangs.Yogyakarta:Ombak
Komandoko,Gamal.2009.The Truel History of Majapahit:Diva Press
Sang, Siwi.2013.GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit.Temanggung:Pena Ananda Indie Publishing