I Wayan Rindi, Maestro Pencipta Tari Pendet Bali

I Wayan Rindi, Maestro Pencipta Tari Pendet Bali | Adatnusantara - Berbicara masalah tari pendet tentu tak bisa lepas dari Banjar Lebah di Jalan Kecubung Denpasar dan Banjar Kedaton di Jalan Hayam Wuruk Denpasar. Guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia mengatakan, “Tari Pendet dinilai mampu menjadi sumber inspirasi bagi penciptaan tari-tari kreasi baru maupun tari komtemporer yang disajikan sebagai seni balih-balihan yaitu pertunjukan seni yang bersifat sekuler”.

Tari Pendet adalah tarian kelompok yang biasanya ditarikan oleh sekelompok remaja putri di mana setiap orang penari membawa sebuah mangkok perak (bokor) yang berisikan bunga berwarna-warni. Pada akhir tariannya, para penari menaburkan bunga-bunga yang mereka bawa ke arah penonton, sebagai wujud ungkapan dan ucapan selamat datang.

Pendet merupakan salah satu tarian paling tua di antara tarian sejenis di Pulau Bali, dan diperkirakan lahir tahun 1950 silam. Penggagas dari tarian tersebut, adalah dua seniman besar kelahiran Desa Sumertha, Denpasar, yakni I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng dari Banjar Kedaton Sumerta Denpasar.

I Wayan Rindi, Maestro Pencipta Tari Pendet Bali
I Wayan Rindi


Kedua seniman ini menciptakan tari Pendet penyambutan dengan empat orang penari untuk disajikan sebagai bagian dari pertunjukan turistik di sejumlah hotel yang ada di Denpasar, Bali.

Tari pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tarian ini merupakan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Seiring perkembangan zaman para seniman Bali mengubah pendet menjadi “ ucapan selamat datang “ meski tetap mengandung anasir yang sacral-religius.

Sederet tamu penting, pada tahun 1950-an termasuk kedatangan Presiden Soekarno dan Wapres Bung Hatta, kerap disambut dengan Tari Pendet begitu mereka menginjakkan kaki di Bandara Ngurah Rai atau di kantor gubernuran di Denpasar. Sehubungan dengan sering ditampilkan di depan presiden dan tamu negara lainnya, tidak mengherankan bila Tari Pendet begitu cepat memasyarakat, bahkan dikagumi berbagai kalangan dari belahan dunia.

Wayan Rindi, maestro tari sekaligus pencipta Tari Pendet, mungkin tak pernah terbersit untuk mematenkan hasil karyanya. Mungkin pula, bila dirinya masih hidup akan merasa sangat sedih ketika Tari Pendet yang sakral itu pernah diklaim Malaysia. Walaupun pada akhirnya pemerintah Malaysia mengklarifikasi tayangan tari pendet dalam sebuah acara di televisi Malaysia tersebut sebagai tanggung jawa Discovery Channel Singapura. Discovery Channel Singapura pun akhirnya meminta maaf.

Wayan Rindi adalah penekun seni tari yang dikenal karena kemampuannya menggubah tari dan melestarikan seni melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Salah satunya terekam dalam beragam foto semasa hidupnya yang aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari pendet pada keturunan keluarga maupun di luar lingkungan keluarganya.

Kisah Rindi berawal pada 1930-an, ketika tiba-tiba masyarakat Badung dikejutkan kehadiran tari Gandrung Lawangan. Masyarakat begitu terpesona dengan olah gerak seorang penari belasan tahun.

Siapa sangka penari Gandrung berkarisma itu ternyata I Wayan Rindi, kelahiran Banjar Lebah Denpasar tahun 1917, yang sewaktu usia kanak-kanak dipungut seorang petani Banjar Tegal Linggah.

Lewat petani inilah, Rindi dikenalkan dengan dunia tari lewat empu tari ternama, seperti I Wayan Lotering dari Kuta, I Nyoman Kaler dari Pemogan, serta oleh penabuh I Regog dari Ketapian Denpasar.

Dari tempaan energi-energi seni bertuah para maestro inilah, Rindi lahir dan tumbuh menjadi seniman tari yang utuh; praksis penguasaan teknik tari berenergi taksu, sekaligus pula menubuhkan citarasa intuisi yang selalu berkembang maju. Seiring perkembangan popularitas Rindi merangkak naik; hampir seluruh pecinta seni tari di Bali mengenal Rindi remaja ini.

Berbagai undangan ia hadiri dengan menyuguhkan berbagai keahlian menari yang berbeda. Rindi tumbuh dewasa secara usia dan matang dalam hal pikiran dan visi berkeseniannya. Sehingga, kehadirannya selalu ditunggu oleh segenap masyarakat pencinta seni –khususnya seni tari  Bali.

Sejak itu, ia mulai menapaki ruang-ruang antusiasme masyarakat akan kegandrungan pada keindahan tari dan tabuh Bali yang berenergi. Tari pendet lahir saat itu/ ketika niat Almarhum I wayan Rindi mengungkapkan keinginannya untuk melahirkan sebuah tari penyambutan untuk tamu.

Dengan ditemani salah satu kawan yang sama-sama mengajar tari di rumah Rindi yang bernama Ni Ketut Reneng. Keduanya memutuskan untuk membuat satu macam tarian dengan mengambil pakem Tari Pendet Wali sebagai roh tariannya.

Ini, terjadi dalam dasawarsa 50-an. Baik Rindi maupun Reneng, sama-sama tidak menghilangkan unsur gerak dan bentuk kostum tari yang menjadi pakem tari sebelumnya (Tari Pendet Wali). Hanya, mereka memodifikasinya dan mengubah fungsi tarian menjadi tarian penyambut tamu.

Salah satu bentuk koreografi hasil modifikasi tersebut adalah penambahan adegan pelemparan bunga ke arah tamu di bagian akhir sebagai wujud penghormatan akan tamu. Alit Arini–bersama Gusti Putu Sita, Luh Roni dan Wayan Merti—adalah orang pertama yang memeragakan Tari Pendet guna menyambut kedatangan wisatawan asing.

Modifikasi terhadap Tari Pendet terjadi lagi pada tahun 1961, yang mana beberapa seniman seperti I Wayan Beratha mengubah pola jumlah penari yang asalnya empat orang ditambah menjadi lima orang penari. Tak kurang luar biasa lagi pada tahun 1962, I Wayan Beratha menyuguhkan Tari Pendet dengan jumlah penari yang tidak sedikit. Bayangkan, sebanyak 800 orang penari disertakan dalam pagelaran Tari Pendet massal kala itu. Tarian ini bertepatan dengan momentum dalam rangka memeriahkan upacara pembukaan Asian Games di Jakarta.

Bagi Rindi, menyaksikan perkembangan Tari Pendet yang diciptakannya cukup sampai tahun 1976 saja. Dan pada tahun itu Rindi Sang Maestro pencipta tari pendet berpulang kealam sana dengan damai; ia meninggal dunia setelah puluhan bahkan ratusan orang berhasil ia ajarkan makna dan gerakan tari. Tinggal murid-muridnya dan anak keturunan yang setia memelihara dan menularkan nilai-nilai seni itu ke setiap generasi. Sementara, dari sekian lama bergelut dengan dunia tari, mungkin tidak sepintaspun terbersit dalam alam pikir Rindi untuk mematenkan buah karyanya itu. Selain dengan alasan belum adanya hak paten waktu itu, juga karena Tari Pendet mengandung unsur keluasan nilai religius dan sakral. Sehingga, manusia yang lemah, model Rindi; tidak diberi keberanian untuk mempatenkan Tari Pendet sebagai hasil cipta manusia. Padahal, zaman itu Tari Pendet sudah dianggap sebuah karya yang begitu luar biasa.