Legenda Asal Usul Danau Ranau

Legenda Asal Usul Danau Ranau ~ Adatnusantara - Danau Ranau adalah danau terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Danau Toba yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Seperti halnya danau Toba, danau yang terletak di perbatasan Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan ini menjadi tempat pariwisata alam dengan pemandangan yang sangat indah.

Danau Ranau terkenal dengan banyaknya ikan sehingga sering para nelayan mencari ikan disini dengan jenis ikan seperti mujair, kepor, kepiat, dan harongan. Tepat di tengah danau terdapat pulau yang bernama Pulau Marisa. Di sana terdapat sumber air panas yang sering digunakan para penduduk setempat ataupun para wisatawan yang datang ke pulau tersebut, terdapat air terjun, dan penginapan.

Danau ini juga menjadi objek wisata andalan dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Ada tiga tempat tujuan utama bagi para pengunjung Danau Ranau, yaitu Wisma PT Pusri ( Sumatera Selatan ), Pantai Sinangkalan ( Sumatera Selatan ) dan Wisata Lombok ( Lampung ).

Danau Ranau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Terletak pada posisi koordinat 4°51′45″LS,103°55′50″BT. Namun sebagaimana Legenda Asal Usul Danau Toba, ternyata Danau Ranau juga memiliki legenda mengenai awal mula terbentuknya danau. Cerita asal usul danau ranau ini berasal dari cerita rakyat yang telah ada secara turun temurun.

Legenda Asal Usul Danau Ranau

Danau Ranau ~ Gambar : hellopalembang.com

Menurut cerita yang berkembang selama ini, alkisah pada zaman dahulu kala di sebuah desa yang subur di tepi sebuah paya-paya (rawa) yang luas, tinggallah seorang tetua adat. Paya-paya tersebut ditumbuhi oleh pohon-pohon Reranau. Di samping itu tumbuh pula sebatang pohon Hara yang sangat besar. Di pohon ini banyak sekali burung-burung yang bersarang dan di antaranya terdapat sepasang burung yang besar sekali dan menjadi pimpinan diantaranya.

Mata pencaharian penduduk desa itu adalah mencari ikan serta bercocok tanam dengan berladang dan menggarap sawah. Karena suburnya daerah ini, banyak orang yang berdatangan dan bermukim serta mencari nafkah dengan bercocok tanam. Untuk itu, mereka membuka lahan-lahan baru yang masih subur, namun makin lama penduduk berladang sampai ke puncak-puncak bukit dan gunung-gunung bahkan sampai ke hutan larangan. Mereka selalu berpindah-pindah mencari lahan baru yang masih subur. Larangan serta aturan adat dalam berladang sudah tidak diindahkan lagi oleh penduduk, mereka tidak mau lagi mendengar petuah yang diberikan oleh pemimpin adat.

Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk semakin banyak dan kesibukan orang tua untuk mengasuh anak-anaknya makin meningkat. Akibatnya anak-anak kurang diperhatikan sehingga mereka tidak hanya bermain tetapi sudah mulai merusak. Mereka mulai mengganggu burung-burung dan mengambil sarangnya di sekitar paya-paya dan yang hidup di pohon-pohon. Anak-anak ini menangkap burung dan mengambil sarangnya untuk dijadikan permainan. Melihat keadaan ini, kedua burung besar itu menjadi sangat marah. Mereka mulai menyerang orang-orang yang lewat serta orang yang berada di dekat sarangnya. Nampaknya kedua burung besar itu melakukan protes atas gangguan terhadap kehidupannya.

Penduduk mulai mencoba mengusir burung tersebut dengan jalan menebang pohon Hara namun tidak berhasil, bahkan kedua burung itu menjadi semakin ganas. Beberapa orang sepakat untuk mengadukan berita ini pada tetua adat yang selama ini mereka lupakan dan memohon bantuannya untuk mengusir kedua burung tersebut. Setelah berbincang-bincang dan mendapat petuah, mereka akhirnya pulang. Sementara itu, tetua adat memohon petunjuk dan kekuatan untuk memusnahkan kedua burung yang telah menyebabkan malapetaka bagi orang kampung.

Setelah beberapa waktu penduduk laki-laki dikumpulkan dan pada hari yang telah ditentukan dengan dipimpin oleh tetua adat, masyarakat beramai-ramai pergi ke tepi paya-paya. Tidak lama kemudian, kedua burung itu datang menyerang, namun tetua adat telah siap menghadapinya dengan mengerahkan segala kekuatan dan kesaktiannya. Akhirnya, tetua adat dapat mengusir kedua burung ganas itu.

Kemudian atas petunjuk dari tetua adat, maka penduduk akhirnya berusaha untuk menebang pohon Hara dan pohon Reranau. Tetapi kedua pohon itu seolah memiliki kekuatan sehingga tidak mempan ditebang. Setelah tetua adat menancapkan kapaknya, barulah penduduk beramai-ramai dapat menebangnya, pohon Hara itu akhirnya tumbang. Dari pohon Hara yang ditebang itu keluarlah mata air, makin lama makin banyak yang akhirnya menggenangi paya-paya tersebut. Kini terbentuklah sebuah danau yang besar dan indah, yang disebut dengan Danau Ranau. Untuk menghormati jasa tetua adat, maka penduduk memberinya gelar "Singa Juru" yang berarti pemimpin gagah berani dan bijaksana.