Tari Legong Bali Sejarah dan Pertunjukannya

Tari Legong Bali | Adatnusantara - Bali memiliki banyak kesenian yang terkenal sampai ke mancanegara. Salah satunya tari Legong. Sobat bisa menemukan berbagai informasi mengenai tari legong Bali di sini.

Legong merupakan sebuah tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring, yang konon merupakan pengaruh dari Gambuh Jawa Timur.

Tari Legong Bali

Tari Legong Bali
Tari Legong

1. Tentang Tari Legong Bali


Tari Legong  merupakan salah satu tari klasik dari Pulau Dewata Bali dimana memiliki perbendaharaan gerak tari yang sangat kompleks.

Kata Legong berasal dari kata "Leg" yang artinya elastis atau luwes yang kemudian diartikan sebagai gerakan tari yang gemulai.Selanjutnya kata tersebut di atas dikombinasikan dengan kata "gong" yang artinya gamelan, sehingga menjadi "Legong" yang mengandung arti gerakan yang sangat terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Sebutan Legong Kraton adalah merupakan perkembangannya kemudian.

Tari Legong merupakan tarian klasik dari Pulau Dewata yang dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan membawa properti berupa kipas.

2. Sejarah Tari Legong Bali


Menurut Babad Dalem Sukawati, sebuah riwayat tua desa Sukawati, Gianyar, tari Legong diciptakan berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, yaitu raja Sukawati yang bertakhta pada kisaran tahun 1775-1825 M.

I Dewa Agung Made Karna sedang melakukan tapa di pura Jogan Agung Ketewel dekat desa Sukawati. Dalam semadinya beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di Surga. Mereka menari dengan busana indah dan memakai hiasan kepala dari emas.

Ketika sadar dari mimpinya, I Dewa Agung Made Karna memerintahkan kepeda Bendesa Ketewel (kepala desa) untuk membuat beberapa topeng dan menciptakan suatu tarian yang mirip dengan impiannya. Tidak lama setelah itu, Bendesa Ketewel berhasil membuat sembilan buah topengnya diragakan oleh dua orang penari Sang Hyang dan yang kini sudah memakai koreografi yang pasti diduga telah diciptakan waktu itu.

Beberapa lama setelah terciptanya Sang Hyang Legong, sebuah kelompok kesenian yang dipimpin I Gusti Jelantik dan Blahbatuh mempertunjukan tari Nandir yang gayanya hampir sama dengan tari Sang Hyang Legong, kecuali penari dua anak laki-laki yang tidak memakai topeng. I Dewa Agung Manggis segera memerintahkan dua orang seniman dari Sukawati untuk menata tari Nadir agar dapat diperagakan oleh anak-anak perempuan. Sejaka saat itulah tari Legong Klasik diciptakan sampai sekarang.

3. Fungsi dan Makna Tari Legong Bali


Tari Legong sarat akan nilai dan makna yang tersimpan dalam setiap gerakannya. Nilai sakral pertunjukan Legong tersimpan di dalam gerak tarinya sendiri. Sebelum tarian dimulai, kedua penari Legong duduk pada kursi di muka gamelan, berayun ke kiri dan ke kanan, sebagai peniruan tari kerawuhan.

Tari Legong masih erat hubungannya dengan agama, baik dari segi sejarah maupun pertunjukannya. Dalam hal ini, sama dengan tari Sang Hyang. Nilai keagamaan dan kepercayaan yang diasosiasikan dengan tari Legong ialah kebudayaan keraton Hindu Jawa. Kebudayaan tersebut amat berbeda sifatnya kalau dibandingkan dengan kebudayaan pra-Hindu di Bali yang ekspresinya terungkap dalam tari Sang Hyang. Pada saat ini hubungan tari Legong dengan agama Hindu sangat beda sifatnya. Tari Legong tidak lagi merupakan manifestasi dari leluhur, seperti halnya Sang Hyang, namun dipertunjukan untuk hiburan para leluhur. Dengan kata lain, tari Legong dipentaskan untuk menghibur para leluhuryang turun dari kahyangan, termasuk para raja yang hadir pada upacara odalan yang datangnya setiap 210 hari.

Seperti kesenian istana lainnya, tari Legong dijadikan suatu tradisi sebagai pameran yang mencerminkan kekayaan dan kemampuan para raja pada zaman lampau. Para petugas istana berusaha memperoleh wanita-wanita yang paling cantik dan berbakat kemudian dilatih untuk dijadikan penari Legong, dan banyak di antaranya menjadi abdi keraton.

4. Pertunjukan Tari Legong Bali

a. Tempat Pertunjukan Tari Legong

Di dalam proses perubahan Sang Hyang menjadi Legong melalui Gambuh, terjadilah satu proses sekularisasi walaupun Legong masih bersifat ritual. Legong tidak lagi dipentaskan di jeroan pura, tetapi pada sebuah kalangan, baik di dalam maupun di luar halaman pura.

Kalangan berbentuk segi empat panjang di atas tanah, dengan ukuran panjang delapan meter dan lebar enam meter. Kalangan dikelilingi oleh bambu yang dihiasi dengan janur. Dindingnya dibuat rendah sehingga penonton dapat melihat sambil duduk di atas tanah. Penonton dapat melihat dari tiga jurusan.

Adapun gamelan yang mengiringi pertunjukan tari legong diletakkan pada satu sisi yang berlawanan dengan tampilnya Legong itu. Meskipun kalangan tidak lagi dibuat di jeroan pura, tempat pertunjukannya perlu dibersihkan dengan suatu upacara oleh seorang pemangku (penghulu agama) yang menghaturkan sesajen dan doa-doa untuk keselamatan pementasan tari Legong.

Kalangan diatur sesuai dengan arah spiritual dalam agama Hindu, yaitu Legong tampil dari arah utara yang menggambarkan lini sakral dari Gunung Agung. Gamelan pengiringnya yang terletak di belakang penari-penari Legong berfungsi sebagai latar belakang pertunjukan tersebut.

b. Pertunjukan dan Gerak Tarian Legong Bali

Pada motif gerak tari (karana) Legong memang bermuara kepada dasar gerak tari Gambuh, yang memang telah memiliki tata krama menari yang ketat, termuat dalam lontar Panititaling Pagambuhan, yakni mengenai dasar-dasar tari yakni agem, posisi gerak dasar yang tergantung dari perannya, ada banyak jenis agem. Kemudian Abah Tangkis, gerakan peralihan dari agem satu ke agem yang lainnya, ada tiga jenis Abah tangkis. Dasar selanjutnya adalah Tandang, yakni cara berjalan dan bergeraknya si penari, dari sini akan dikenal motif gerak seperti ngelikas, nyeleog, nyelendo, nyeregseg, kemudian tandang nayog, tandang niltil, nayung dan agem nyamir. Untuk melengkapi dikenal pula dasar tari yakni Tangkep, yang memuat seluruh dasar-dasar ekspresi, mulai dari gerakan mata, ada yang namanya dedeling, manis carengu, kemudian gerakan leher ada yang disebut Gulu Wangsul, Ngilen, Ngurat daun, ngeliyet, ngotak bahu bahkan termasuk gerakan jemari, yaitu nyelering, girah, nredeh dan termasuk pula aturan menggunakan kipas; nyekel, nyingkel dan ngaliput. Ciri yang sangat kuat dalam tari Legong adalah gerakan mata penarinya yang membuat tarian tersebut menjadi hidup dengan ekspresi yang sangat memukau oleh penarinya.

Struktur tari Legong secara khusus adalah

  • Pepeson
  • Bapang
  • Ngengkog 
  • Ngaras
  • Pepeson muanin oleg
  • Ngipuk. 
Sedangkan secara umumnya struktur tari Legong terdiri dari

  • Papeson
  • Pangawak
  • Pengecet
  • Pakaad. 

Keterampilan dalam membawakan tari Legong, kesesuaiannya dengan penguasaan jalinan wiraga, wirama dan wirasa yang baik, sesuai dengan patokan agem, tandang, dan tangkep.

c. Macam-macam tari Legong Bali

Legong Lasem (Kraton)
Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang Legong dan seorang condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua Legong yang menarikan Legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai Legong Kraton. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.Awal tari Legong mulai muncul pada pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu Bali dipelintah oleh beberapa Raja. Puri adalah salah satu tempat untuk menciptakan tabuh dan tari baru dan mementaskannya pada Zaman itu. Menurut lontar Dewa Agung Karna, putra raja pertama kerajaan Sukawati pada pertengahan abad ke-17, ia melihata bayangan bidadari menari. Dari sinilah diciptakan tari Legong. Gaya tari Legong sekarang yang seperti ditarikan oleh 2 atau 3 penari prempuan di pertunjukan dimana-mana setelah abad ke-20. Cerita tari Legong diambil dari gambuh (drama tari yang mengambil tema dari Malat, sastra klasik yang menceritakan tentang perjanjian Panji, pahlawan Jawa).

Legong Jobog
Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya. Karena ajimat itu dibuang ke danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke dalam danau. Tanpa disadari, keduanya beralih menjadi kera dan pertempuran tidak ada hasilnya.

Legong Legod Bawa
Tari ini mengambil kisah persaingan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tatkala mencari rahasia lingga Dewa Syiwa.

Legong Kuntul
Legong ini menceritakan sepasang kuntul yang asyik bercengkerama.

Legong Smaradahana
Legong Sudarsana
Legong Playon
Legong Untung Surapati
Legong Andir (Nadir)
Mengambil cerita semacam Calonarang yang merupakan ciri khas tari Legong di desa Tista (Tabanan).

Sang Hyang Legong atau Topeng Legong
Mengambil cerita semacam Calonarang yang merupakan ciri khas di pura Pajegan Agung (Ketewel). Tari Legong asal Ketewel itu biasa disebut tari Legong topeng, karena penarinya wajib menggunakan topeng yang disangga dengan gigi. Berbeda dengan tari Legong keraton yang kini dikenal gemulai, energik, tapi mengentak, gerakan tari legong topeng jauh dari kesan mengentak.

Gerakan para penari Legong topeng terkesan sangat gemulai, kalem, tanpa satupun gerakan cepat. Semua berirama teratur. Karena lakonnya bidadari, yang menggambarkan gerakan bidadari di kahyangan, terang Mangku Widia. Mangku Widia menambahkan, kemunculan Legong topeng bermula dari seorang Ksatria di Puri Sukawati bernama I Dewa Agung Anom Karna. Ia mendapat wangsit ketika bersemadi di Pura Payogan Agung Ketewel. Sang ksatria kabarnya mendapat perintah dari Hyang Pasupati, untuk menciptakan sebuah tarian dengan karakter topeng yang telah ada.

5. Musik Pengiring Tari Legong


Tari Legong disajikan dengan diiringi musik pengiring berupa gamelan Bali yang terdiri dari beberapa alat musik tradisional Bali.

6. Busana / Pakaian Penari Legong Bali


Busana khas legong yang berwarna cerah (merah, hijau, ungu) dengan lukisan daun-daun dan hiasan bunga-bunga emas di kepala yang bergoyang mengikuti setiap gerakan dan getaran bahu penari disederhanakan dengan dominasi warna hitam-putih.

7. Perkembangan Tari Legong Bali


Sejak abad ke-19 tampak ada pergeseran: Legong berpindah dari istana ke desa. Wanita-wanita yang pernah mengalami latihan di istana kembali ke desa dan mengajarkan tari Legong kepada generasi berikutnya. Banyak sakeha (kelompok) Legong terbentuk, khususnya di daerah Gianyar dang Badung. Guru-guru tari Legong juga banyak bermunculan, khususnya dari desa Saba, Bedulu, Peliatan, Klandis, dan Sukawati. Murid-murid didatangkan dari seluruh Bali untuk mempelajari tari Legong, kemudian mengembangkannya kembali ke desa-desa. Legong menjadi bagian utama setiap upacara odalan di desa-desa.

Dalam perkembangan selanjutnya, tari Legong bukan lagi merupakan kesenian istana, melainkan menjadi milik masyarakat umum. Pengaruh istana makin lama makin melemah sejak jatuhnya Bali ke tangan Belanda pada 1906-1908 M. Di desa, kini Legong dipergelarkan jika diperlukan untuk kepentingan upacara keagamaan. Leluhurnya, Sang Hyang, dipentaskan berhubungan dengan kepercayaan animisme. Adapun nenek moyangnya yang lain, yaitu Gambuh mengungkapkan artikulasi idea dari Majapahit. Pada mulanya Legong juga berhubungan dengan agama Hindu istana yang tinggi nilainya, namun kini berhubungan dengan agama Hindu Dharma yang lebih bersifat sekuler. Tari Legong masih ditarikan oleh anak gadis dari desa tertentu pada sebuah kalangan yang sudah diupacarai sehubungan dengan upacara keagamaan. Kalangan sering-sering dibuat di luar halaman tempat persembahyangan walaupun masih diorientasikan dengan dua arah kaja dan kelod sebagai arah yang angker dalam kepercayaan orang-orang Bali. Yang paling pokok adalah Legong dipersembahkan sebagai hiburan bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam upacara keagamaan.

8. Video Tari Legong Bali

Berikut ini kami tampilkan sebuah video tari legong keraton yang diambil dari situs youtube.com



Demikian Sobat Tradisi, informasi mengenai tari legong bali sejarah dan pertunjukannya. Semoga bermanfaat menambah wawasan tradisi Sobat Nusantara.

Referensi :
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/893/tari-legong
http://www.babadbali.com/seni/drama/dt-legong.htm