Suku Sasak dari Lombok NTB ( Artikel Lengkap )
Asal mula nama Sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak 
yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut 
menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam 
tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata 
"sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata 
Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lomboq 
artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai 
jalan yang lurus. Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari 
kakawin Nagarakretagama (Desawarnana), sebuah kitab yang memuat tentang 
kekuasaan dan kepemerintahaan kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. 
kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, "Mirah" 
berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik 
atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah 
permata kenyataan yang baik atau utama.
Pendapat lain Menurut Goris S., “Sasak” secara etimologi, 
berasal dari kata “sah” yang berarti “pergi” dan “shaka” yang berarti 
“leluhur”. Dengan begitu Goris menyimpulkan bahwasasak memiliki arti 
“pergi ke tanah leluhur”. Dari pengertian inilah diduga bahwa leluhur 
orang Sasak itu adalah orang Jawa. Bukti lainnya merujuk kepada aksara 
Sasak yang digunakan oleh orang Sasak disebut sebagai “Jejawan”, 
merupakan aksara yang berasal dari tanah Jawa, pada perkembangannya, 
aksara ini diresepsi dengan baik oleh para pujangga yang telah 
melahirkan tradisi kesusasteraan Sasak.
 Baca Juga: 
Suku Dondo dari Sulawesi Tengah ( Artikel Lengkap )
Bahasa
Bahasa yang digunakan suku Sasak memiliki kedekatan dengan 
sistem aksara Jawa-Bali, sama-sama menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka. 
Kendati demikian, secara pelafalan, bahasa Sasak ternyata lebih memiliki
 kedekatan dengan bahasa Bali. Menurut penelitian para etnologi yang 
mengumpulkan hampir semua bahasa di dunia, menggolongkan bahasa Sasak 
kedalam rumbun bahasa Austronesia Malayu-Polinesian, Juga ada kesamaan 
ciri dengan rumpun bahasa Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
Bahasa Sasak yang digunakan di Lombok secara dialek dan lingkup kosakatanya dapat digolongkan kedalam beberapa bahasa sesuai dengan wilayah penuturnya seperti;
Bahasa Sasak yang digunakan di Lombok secara dialek dan lingkup kosakatanya dapat digolongkan kedalam beberapa bahasa sesuai dengan wilayah penuturnya seperti;
1. Mriak-Mriku (Lombok Selatan)
2. Meno-Mene dan Ngeno-Ngene (Lombok Tengah)
3. Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara)
4. Kuto-Kute (Lombok Utara)
2. Meno-Mene dan Ngeno-Ngene (Lombok Tengah)
3. Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara)
4. Kuto-Kute (Lombok Utara)
Adat
Salah satu adat istiadat suku Sasak yang menonjol adalah 
adat dalam proses perkawinan. Perempuan yang mau dinikahkan oleh seorang
 lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya 
dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan merarik atau 
pelarian.
Dalam proses pelarian gadis tidak perlu memberitahukan kepada orang tuanya. Namun dalam pelarian ini memiliki aturan yang perlu diikuti. Salah satu aturan dalam mencuri gadis biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Gadis yang dibawa lari juga tidak langsung ke rumah laki-laki tetapi harus dititip di rumah kerabat lelaki tersebut.
Dalam proses pelarian gadis tidak perlu memberitahukan kepada orang tuanya. Namun dalam pelarian ini memiliki aturan yang perlu diikuti. Salah satu aturan dalam mencuri gadis biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Gadis yang dibawa lari juga tidak langsung ke rumah laki-laki tetapi harus dititip di rumah kerabat lelaki tersebut.
Struktur dan Sistem Masyarakat
Suku Sasak pada masa lalu secara sosial-politik, digolongkan dalam dua tingkatan sosial utama, yaitu
1. Golongan bangsawan yang disebut perwangsa
2. Bangsa Ama atau jajar karang sebagai golongan masyarakat kebanyakan.
2. Bangsa Ama atau jajar karang sebagai golongan masyarakat kebanyakan.
Golongan perwangsa ini terbagi lagi atas dua tingkatan, yaitu:
1. Perwangsa
Bangsawan penguasa (perwangsa) umumnya menggunakan gelar datu. Selain
 itu mereka juga disebut Raden untuk kaum laki-laki dan Denda untuk 
perempuan. Seorang Raden jika menjadi penguasa maka berhak memakai gelar
 datu. Perubahan gelar dan pengangkatan seorang bangsawan penguasa itu 
umumnya dilakukan melalui serangkaian upacara kerajaan.
2. Triwangsa
Bangsawan rendahan (triwangsa) biasanya menggunakan gelar lalu untuk 
para lelakinya dan baiq untuk kaum perempuan. Tingkatan terakhir disebut
 jajar karang atau masyarakat biasa.Panggilan untuk kaum laki-laki di 
masyarakat umum ini adalah loq dan untuk perempuan adalah le.
Golongan bangsawan baik perwangsa dan triwangsa disebut sebagai permenak. Para permenak ini biasanya menguasai sejumlah sumber daya dan juga tanah. Ketika Kerajaan Bali dinasti Karangasem berkuasa di Pulau Lombok, mereka yang disebut permenak kehilangan haknya dan hanya menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu kerajaan).
Golongan bangsawan baik perwangsa dan triwangsa disebut sebagai permenak. Para permenak ini biasanya menguasai sejumlah sumber daya dan juga tanah. Ketika Kerajaan Bali dinasti Karangasem berkuasa di Pulau Lombok, mereka yang disebut permenak kehilangan haknya dan hanya menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu kerajaan).
Masyarakat Sasak sangat menghormati golongan permenak baik 
berdasarkan ikatan tradisi dan atau berdasarkan ikatan kerajaan. Di 
sejumlah desa, seperti wilayah Praya dan Sakra, terdapat hak tanah 
perdikan (wilayah pemberian kerajaan yang bebas dari kewajiban pajak). 
Setiap penduduk mempunyai kewajiban apati getih, yaitu kewajiban untuk 
membela wilayahnya dan ikut serta dalam peperangan. Kepada mereka yang 
berjasa, Kerajaan akan memberikan beberapa imbalan, salah satunya adalah
 dijadikan wilayah perdikan.
Landasan sistem sosial masyarakat dalam kehidupan suku Sasak umumnya 
mengikuti garis keturunan dari pihak laki-laki (patrilineal). Akan 
tetapi, dalam beberapa kasus hubungan masyarakatnnya terkesan bilateral 
atau parental (garis keturunan diperhitungkan dari kedua belah pihak; 
ayah dan ibu).
Pola kekerabatan yang dalam tradisi suku sasak disebut Wiring Kadang 
ini mengatur hak dan kewajiban anggota masyarakatnya. Unsur-unsur 
kekerabatan ini meliputi Kakek, Ayah, Paman (saudara laki-laki ayah), 
Sepupu (anak lelaki saudara lelaki ayah), dan anak-anak mereka.
Wiring Kadang juga mengatur tanggung jawab mereka terhadap masalah-masalah keluarga; pernikahan, masalah warisan dan hak-kewajiban mereka. Harta warisan disebut pustaka dapat berbentuk tanah, rumah, dan juga benda-benda lainnya yang merupakan peninggalan leluhur. Orang-orang Bali memiliki pola kekerabatan yang hampir sama disebut purusa dengan harta waris yang disebut pusaka.
Wiring Kadang juga mengatur tanggung jawab mereka terhadap masalah-masalah keluarga; pernikahan, masalah warisan dan hak-kewajiban mereka. Harta warisan disebut pustaka dapat berbentuk tanah, rumah, dan juga benda-benda lainnya yang merupakan peninggalan leluhur. Orang-orang Bali memiliki pola kekerabatan yang hampir sama disebut purusa dengan harta waris yang disebut pusaka.
Sistem Kepercayaan
Kepercayaan asli suku Sasak adalah Boda, beberapa menyebutnya Sasak 
Boda. Walapun ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, namun sistem 
kepercayaan Boda tidak memiliki kesamaan dan hubungan dengan Buddhisme. 
Agama Boda orang Sasak ini justru ditandai dengan penyembahan roh-roh 
leluhur mereka sendiri.
Beberapa agama seperti Hindu-Budha masuk kedalam suku ini ketika 
kerajaan Majapahit masuk. Dan kemudian suku Sasak memeluk agama islam 
setelah peran Sunan Giri dalam dakwahnya menyebarkan islam. Setelah 
perkembangan Islam, kepercayaan Suku Sasak sebagian berubah dari Hindu 
menjadi penganut Islam. Selanjutnya kepercayaan Suku Sasak 
diklasifikasikan tiga kelompok utama; Boda, Wetu Telu, dan Islam (Wetu 
Lima).
Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah 
pegunungan utara dan di lembah-lembah pegunungan Lombok bagian selatan. 
Kelompok Boda ini konon adalah orang-orang Sasak yang dari segi 
kesukuan, budaya, dan bahasa menganut kepercayaan asli. Mereka 
menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari islamisasi di 
Lombok.
Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan 
Hindu-Bali dan Kejawen. Di antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu
 menonjol. Hal itu didasarkan pada pandangan yang berakar pada 
kepercayaan tentang kehidupan senantiasa mengalir.
Pada perkembangannya Wetu telu justru lebih dekat dengan Islam. 
Konon, sekarang hampir semua desa suku Sasak sudah menganut Agama Islam 
lima waktu dan meninggalkan Wetu telu sepenuhnya. Sementara sinkretisme 
Islam-Wetu telu kini berkembang terbatas di beberapa bagian utara dan 
selatan Pulau Lombok. Meliputi Bayan, dataran tinggi Sembalun, Suranadi 
di Lombok Timur, Pujut di Lombok Tengah, dan Tanjung di Lombok Barat.
Istilah Islam-Wetu Telu diberikan karena penganut kepercayaan ini 
beribadah tiga kali di bulan puasa, yaitu waktu Magrib, Isya, dan waktu 
Subuh. Di luar bulan puasa, mereka hanya satu hari dalam seminggu 
melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan atau Jumat, meliputi waktu 
Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh pemimpin agama
 mereka; para kiai dan penghulu.
Baca Juga: 
Suku Duri Enrekang dari Sulawesi Selatan ( Artikel Lengkap )
Arsitektur Suku Sasak
Rumah-rumah suku Sasak berbeda dengan arsitektur Bali pada umumnya. 
Di dataran, perkampungan suku Sasak cenderung luas dan melintang. 
Desa-desa Suku Sasak di wilayah pegunungan tertata rapi mengikuti 
perencanaan yang pasti. Di Lombok bagian utara, biasanya perkampungan 
Suku Sasak terdapat dua baris rumah tipe bale, dengan sederet lumbung 
padinya di satu sisi yang lain. Bangunan lain yang menjadi ciri khas 
perkampungan orang Sasak adalah rumah besar (bale bele).
Di antara deretan rumah-rumah itu dibangun balai yang bersisi terbuka (beruga) sebagai tempat pertemuan. Balai terbuka menyediakan panggung untuk kegiatan sehari-hari dalam fungsi hubungan sosial masyarakat. Balai ini juga digunakan untuk urusan keagamaan misalnya upacara penghormatan jenazah sebelum dikuburkan. Sementara makam leluhur yang terdiri dari rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di wilayah bagian atas dari perkampungan.
Di antara deretan rumah-rumah itu dibangun balai yang bersisi terbuka (beruga) sebagai tempat pertemuan. Balai terbuka menyediakan panggung untuk kegiatan sehari-hari dalam fungsi hubungan sosial masyarakat. Balai ini juga digunakan untuk urusan keagamaan misalnya upacara penghormatan jenazah sebelum dikuburkan. Sementara makam leluhur yang terdiri dari rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di wilayah bagian atas dari perkampungan.
Sedikitnya ada empat jenis dasar lumbung dengan ukuran yang berbeda-beda. Semua lumbung, kecuali jenis lumbung padi yang berukuran kecil, memiliki panggung di bawah.
Di desa-desa Lombok bagian selatan, panggung yang berada di bagian bawah lumbung padi berperan sebagai balai. Di Lombok bagian utara, tidak semua desa memiliki lumbung padi.
Lumbung padi menjadi ciri khas yang sangat menarik dalam arsitektur suku Sasak. Bangunan Lumbung itu didirikan pada tiang-tiang dengan cara dan ciri khas yang mirip bangunan-bangunan Austronesia.
Bangunan ini memiliki atap berbentuk “topi” yang ditutup ilalang. 
Empat tiang besar menyangga tiang-tiang melintang di bagian atas tempat 
kerangka utama dibangun. Bagian atas  penopang kayu kemudian menguatkan 
rangka-rangka bambunya yang semua bagiannya ditutupi ilalang. 
Satu-satunya yang dibiarkan terbuka adalah sebuah lubang persegi kecil 
yang terletak tinggi di bagian ujung berfungsi untuk menaruh padi hasil 
panen. Untuk mencegah hewan pengerat 
masuk. Piringan kayu besar yang 
mereka sebut jelepreng, disusun di bagian atas puncak tiang dasarnya.
Rumah tradisional Suku Sasak berdenah persegi, tidak berjendela dan hanya memiliki satu pintu dengan pintu ganda yang telah diukir halus. Di bagian dalam, tidak terdapat tiang-tiang penyangga atap. Bubungan atapnya curam, terbuat dari jerami yang memiliki ketebalan kurang lebih 15 centimeter. Atap itu sengaja dibiarkan menganjur ke bagian dinding dasar yang hampir menutupi bagian dinding. Dinding terdiri dari dua bagian, bagian tengah yang menyatu dengan atap dibuat dari bambu, bagian bawah dibuat dari campuran lumpur, dan jerami yang permukaannya telah dipelitur halus.
Rumah tradisional Suku Sasak berdenah persegi, tidak berjendela dan hanya memiliki satu pintu dengan pintu ganda yang telah diukir halus. Di bagian dalam, tidak terdapat tiang-tiang penyangga atap. Bubungan atapnya curam, terbuat dari jerami yang memiliki ketebalan kurang lebih 15 centimeter. Atap itu sengaja dibiarkan menganjur ke bagian dinding dasar yang hampir menutupi bagian dinding. Dinding terdiri dari dua bagian, bagian tengah yang menyatu dengan atap dibuat dari bambu, bagian bawah dibuat dari campuran lumpur, dan jerami yang permukaannya telah dipelitur halus.
Rumah digunakan terutama untuk tempat tidur dan memasak. Masyarakat 
Sasak jarang menghabiskan waktu di dalam rumah sepanjang hari. Di sisi 
sebelah kiri dibagi untuk tempat tidur anggota keluarga, juga terdapat 
rak di langit-langitnya untuk menyimpan pusaka dan benda berharga. Anak 
laki-laki tidur di panggung bawah bagian luar; anak perempuan tidur di 
atas bagian dalam panggung.
Untuk kegiatan memasak, bagian dalam rumah berisi tungku yang berada 
di sisi sebelah kanan yang dilengkapi rak-rak untuk menyimpan dan 
mengeringkan jagung. Kayu bakar disimpan di belakang rumah, kadang juga 
disimpan di bawah panggung.
Tradisi dan Seni
Dari sejarahnya yang panjang, Suku Sasak bisa saja diidentifikasikan 
sebagai budaya yang banyak mendapat pengaruh dari Jawa dan Bali. Namun, 
kenyataannya kebudayaan Suku Sasak memiliki corak dan ciri budaya yang 
khas, asli dan sangat mapan hingga berbeda dengan budaya suku-suku 
lainnya di Nusantara.
Berikut beberapa jenis seni dan tradisi yang cukup terkenal dari suku Sasak:
Bau Nyale
Nyale adalah sejenis binatang laut, termasuk jenis cacing (anelida) 
yang berkembang biak dengan bertelur. Dalam alam kepercaan Suku Sasak, 
Nyale bukan sekedar binatang, beberapa legenda dari Suku ini yang 
menceritakan tentang putri yang menjelma menjadi Nyale. Lainnya 
menyatakan bahwa Nyale adalah binatang anugerah, bahkan keberadaannya 
dihubungkan dengan kesuburan dan keselamatan.
Ritual Bau Nyale atau menangkap nyale digelar setahun sekali. 
Biasanya pada tanggal 19 atau 20 pada bulan ke-10 atau ke-11 menurut 
perhitungan tahun suku Sasak, kurang lebih berkisar antara bulan 
Februari atau Maret.
Rebo Bontong
Suku Sasak percaya bahwa hari Rebo Bontong merupakan hari puncak 
terjadi bencana dan atau penyakit (Bala) sehingga bagi mereka sesuatu 
yang tabu jika memulai pekerjaan tepat pada hari Rebo Bontong. Kata Rebo
 dan juga Bontong kurang lebih artinya “putus” atau “pemutus”.
Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk dapat menghindari bencana atau penyakit. Upacara ini digelar setahun sekali yaitu pada hari Rabu di minggu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk dapat menghindari bencana atau penyakit. Upacara ini digelar setahun sekali yaitu pada hari Rabu di minggu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
Bebubus Batu
Dari kata “bubus”, yaitu sejenis ramuan obat berbahan dasar beras 
yang dicampur berbagai jenis tanaman, dan dari kata batu yang merujuk 
kepada batu tempat melaksanakan upacara.Bebubus Batu adalah upacara yang
 digelar untuk meminta berkah kepada sang Kuasa. Upacara ini 
dilaksanakan tiap tahun, dipimpin oleh Penghulu (pemangku adat) dan Kiai
 (ahli agama). Masyarakat ramai-ramai mengenakan pakaian adat serta 
membawa dulang, sesajen dari hasil bumi.
Sabuk Beleq Merujuk kepada sebuah pustaka sabuk yang besar (Beleq) 
bahkan panjangnya mencapai 25 meter, masyarakat Lombok khususnya mereka 
yang berada di wilayah Lenek Daya akan menggelar upacara pada tanggal 12
 Rabiul Awal tahun Hijriah. Tradisi pengeluaran Sabuk Bleeq ini mereka 
awali dengan mengusung Sabuk Beleq mengelilingi kampung diiringi dengan 
tetabuhan gendang beleq. Ritual upacara kemudian dilanjutkan dengan 
menggelar praja mulud hingga diakhiri dengan memberi makan berbagai 
jenis makhluk. Upacara ini dilakukan untuk mempererat ikatan 
persaudaraan, persatuan dan gotong royong antar masyarakat, serta cinta 
kasih di antara makhluk Tuhan.
Lomba Memaos
Memaos kurang lebih artinya membaca dan orang yang membaca di sebut 
pepaos. Lomba memaos adalah lomba untuk membaca lontar yang menceritakan
 hikayat dari leluhur mereka. Tujuan lomba pembacaan cerita ini adalah 
agar generasi selanjutnya dapat mengetahui kebudayaan dan sejarah masa 
lalu. Selain itu, Lomba ini juga dapat berfungsi sebagai regenerasi 
nilai-nilai sosia, budaya, dan tradisi pada generasi penerus. Satu 
kelompok pepaos biasanya terdiri dari 3-4 orang; pembaca, pejangga, dan 
pendukung vokal.
Tandang Mendet
Tandang Mendet adalah tarian perang Suku Sasak. Konon Tarian ini 
telah ada sejak zaman Kerajaan Selaparang. Tarian yang menggambarkan 
keperkasaan dan perjuangan ini dimainkan oleh belasan orang dengan 
berpakaian dan membawa alat-alat keprajuritan lenggap; kelewang 
(pedang), tameng, tombak. Tarian diiringi dengan hentakan gendang beleq 
serta pembacaan syair-syair perjuangan.
Peresean
Kadang ada yang menulisnya Periseian dan atau Presean adalah seni bela 
diri yang dulu digunakan oleh lingkungan kerajaan. Peresean awalnya 
adalah latihan pedang dan perisai bagi seorang prajurit. Pada 
perkembangannya, latihan ini menjadi pertunjukan rakyat untuk menguji 
ketangkasan dan “keberanian”.
Senjata yang digunakan adalah sebilah rotan yang dilapisi pecahan 
kaca. Dan untuk menangkis serangan, pepadu (pemain) biasanya membawa 
sebuah perisai (ende) yan terbuat dari kayu berlapis kulit lembu atau 
kerbau. Setiap pepadu memakai ikat kepala dan mengenakan kain panjang.
Festival peresean diadakan setiap tahun terutama di Kabupaten Lombok Timur yang akan diikuti oleh pepadu dari seluruh Pulau Lombok.
Festival peresean diadakan setiap tahun terutama di Kabupaten Lombok Timur yang akan diikuti oleh pepadu dari seluruh Pulau Lombok.
Begasingan
Permainan rakyat yang mempunyai unsur seni dan olahraga, bahkan 
termasuk permainan tradisional yang tergolong tua di masyarakat Sasak. 
Permainan tradisional ini juga dikenal di beberapa wilayah lain di 
Indonesia. Hanya saja, Gasing orang sasak ini berbeda baik bentuk maupun
 aturan permainannya. Gasing besar, mereka namai pemantok, digunakan 
untuk menghantam gasingpengorong atau pelepas yang ukurannya lebih 
kecil.
Begasingan berasal dari kata gang yang artinya “lokasi”, dan dari 
kata sing artinya “suara”. Permainan tradisional ini tak mengenal umur 
dan tempat, bisa siapa saja, bisa di mana saja.
Baca Juga: 
Suku Donggo dari Nusa Tenggara Barat ( Artikel Lengkap )
Alat Musik
Slober
Alat musik tradisional Lombok yang cukup tua, unik, dan bersahaja. 
Slober dibuat dari pelepah enau dan ketika dimainkan alat musik ini 
biasanya didukung dengan alat musik lainnya seperti gendang, gambus, 
seruling, dll. Kesenian yang masih dapat anda saksikan hingga saat ini, 
sangat asyik jika dimainkan ketika malam bulan purnama.
Gendang Beleq
Satu dari kesenian Lombok yang mendunia. Gendang Beleq merupakan 
pertunjukan dengan alat perkusi gendang berukuran besar (Beleq) sebagai 
ensembel utamanya. Komposisi musiknya dapat dimainkan dengan posisi 
duduk, berdiri, dan berjalan untuk mengarak iring-iringan.
Ada dua jenis gendang beleq yang berfungsi sebagai pembawa dinamika yaitu gendang laki-laki atau gendang mama dan gendang nina atau gendang perempuan).
Ada dua jenis gendang beleq yang berfungsi sebagai pembawa dinamika yaitu gendang laki-laki atau gendang mama dan gendang nina atau gendang perempuan).
Sebagai pembawa melodi adalah gendang kodeq atau gendang 
kecil. Sedangkan sebagai alat ritmis adalah dua buah reog, 6-8 buah 
perembak kodeq, sebuah petuk, sebuah gong besar, sebuah gong penyentak, 
sebuah gong oncer, dan dua buah lelontek. Menurut cerita, gendang beleq 
dahulu dimainkan bila ada pesta-pesta yang diselenggarakan oleh pihak 
kerajaan. Bila terjadi perang gendang ini berfungsi sebagai penyemangat 
prajurit yang ikut berperang.
Search Populer:
- bahasa suku sasak
 - kebudayaan suku sasak
 - rumah adat suku sasak
 - ciri fisik suku sasak
 - pakaian adat suku sasak
 - kepercayaan suku sasak
 - tradisi suku sasak
 - bangsa yang menjadi nenek moyang suku sasak
 



0 Response to "Suku Sasak dari Lombok NTB ( Artikel Lengkap )"