4 Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat

4 Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat | Adatnusantara - Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, memiliki luas wilayah 20.153,15 km2. Terletak antara 115° 46' - 119° 5' Bujur Timur dan 8° 10' - 9 °g 5' Lintang Selatan. Adapun suku asli yang mendiami di Provinsi ini adalah suku sasak, suku bima dan suku sumbawa.

Masyakarat suku Sasak, Bima dan Sumbawa memiliki beragam kebudayaan yang bisa kita lihat dari kehidupan sehari-hari. Salah satu karya budaya yang sampai saat ini masih melekat dalam kehidupan mereka adalah berupa senjata tradisional. Senjata tradisional Nusa Tenggara Barat ini dipergunakan selain sebagai alat bantu untuk bercocok tanam, berburu dan benda pusaka, pada saat ini penggunaannya juga menjadi perlengkapan dalam pakaian adat.

Penggunaan senjata tradisional Nusa Tenggara Barat tersebut diatas, tentu tidak sama dengan saat-saat awal senjata tradisional tersebut dibuat. Pada zaman dahulu, senjata tradisional tersebut dibuat dengan tujuan sebagai alat untuk menjaga diri baik dari serangan musuh maupun dari binatang ternak, dan sebagian lainnya juga digunakan untuk berburu binatang untuk konsumsi.

Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat


menampilkan senjata-senjata tradisional dari Provinsi Nusa Tenggara Barat ini kepada Sobat di Nusantara, dengan tujuan untuk menambah wawasan budaya sobat Nusantara dimana saja berada.

Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat


Berikut penjelasan dan gambar senjata tradisional Nusa Tenggara Barat yang bisa kita ketahui bersama :

1. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Tulup


Orang Indonesia mengenal tulup sebagai senjata yang digunakan untuk berburu atau menyerang lawan dari jarak jauh. Tulup atau sumpit memang digunakan oleh banyak suku yang tinggal di pedalaman Indonesia seperti di Kalimantan, Papua, Sumatra dan termasuk di Nusa Tenggara Barat.

Nenek Moyang suku sasak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengenal tulup sebagai alat untuk berburu binatang di hutan. Pemburu tradisional Sasak beranggapan bahwa, selain sebagai senjata berburu, tulup juga dianggap sebagai benda sakral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa berburu adalah mata pencaharian mereka sedangkan tulup adalah alat mereka mencari rezeki, untuk itu tulup perlu dihargai dan dihormati. Pensakralan terhadap tulup mereka ekspresikan dalam bentuk memberi doa atau jampi-jampi pada tulup mereka. Selain untuk penghormatan dan permohonan kepada Yang Kuasa, doa dan jampi-jampi ditujukan agar tulup dapat menghasilkan banyak binatang buruan. Maka dari itu tidak heran jika oleh beberapa pemburu, tulup beserta ancar (peluru tulup) dan terontong (tempat menyimpan ancar) selalu digantung di atas tembok rumah-rumah mereka (Lalu Wiramaja et al., 1993).  

Di zaman sekarang, beberapa kelompok masyarakat yang tinggal di dekat hutan, masih menggunakan tulup untuk berburu. Hutan Lombok yang lebat dan banyaknya babi serta kera yang berkeliaran di sana membuat praktik berburu ini masih diminati oleh beberapa penduduk. Akan tetapi ketika pemerintah propinsi yang bekerjasama dengan Departemen Kehutanan melarang kera (lutung budeng atau trachypithecus auratus kohlbruggei) untuk dibunuh karena hewan ini termasuk hewan yang dilindungi, jumlah pemburu tradisional semakin hilang

Tulup orang Sasak mempunyai tiga komponen penting yaitu, gagang tulup, ancar (peluru tulup), dan terontong (tempat menyimpan ancar). Agar binatang cepat mati, biasanya pada ancar (peluru tulup) dioleskan racun yang berasal dari getah pohon tatar. Getah ini sangat manjur untuk membunuh binatang. Binatang seperti kera akan mati dalam waktu lebih kurang 15-30 menit. Sementara babi membutuhkan waktu lebih kurang 2 hari (Wiramaja et al., 1993). Saat berburu, ketiga komponen tersebut harus dibawa karena ketiganya saling melengkapi.   

Orang Sasak cukup mudah untuk mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan jika ingin membuat tulup. Hal ini dikarenakan bahan-bahan tersebut tersedia dan tumbuh di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Tulup memiliki tiga komponen penting, yaitu gagang tulup, ancar (peluru tulup), racun tulup dan terontong (tempat menyimpan ancar).

Adapun bahan pembuat tulup antara lain :
  • Kayu meranti untuk membuat gagang tulup
  • Pelepah pohon enau (pinang atau aren) untuk membuat batang dan mata ancar (peluru tulup)
  • Getah pohon tatar untuk membuat racun
  • Bambu untuk membuat terontong

2. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Keris


Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat juga mengenal berbagai macam keris sebagai senjata tradisional. Namun, adanya dua lintasan yang dilalui budaya keris ke NTB, yaitu lintasan utara dari Bugis masuk ke NTB bagian timur, sedangkan lintasan Barat dari Bali ke Lombok

Perbedaan keduanya antara lain dari segi bentuk. Keris Lombok secara umum berukuran besar dan panjang, yakni antara 58 cm sampai 71 cm. Sedangkan keris Sumbawa berukuran besar dan pendek, yakni antara 34 cm hingga 51 cm. Sementara itu keris Jawa berukuran sedang, antara 49 cm sampai 51 cm.

Istilah / nama Keris di lombok juga dikenal sebagai Sampari, yaitu istilah lokal etnis Mbojo (Bima dan dompu) untuk Keris yang ber-teritorial di wilayah pulau Sumbawa bagian timur. Tampilan tetap mengadopsi dari muasal induk, khas jajaran keris Sulawesi. Variasi kayu, seperti biasanya memasangkan dua jenis pilihan, pada angkup (yang menyerupai badan kapal phinisi) dan hulu menggunakan kayu kemuning, dengan tekstur yang lebih padat. Lalu pada gandar yang bercorak coklat gelap sejauh ini belum bisa saya berhasil identifikasi. Tekstur kayu tidak sepadat kemuning, namun melihat tektur terdapat formasi belang seperti merujuk pada jenis kayu yang oleh komunitas Sulawesi dijuluki kayu Bawang.

3. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Kelewang

Senjata tradisional Nusa Tenggara Barat selanjutnya yang akan kita kenal yaitu Klewang yang merupakan pedang khas tentara khusus kerajaan Lombok. Kisaran tahun penciptaan berkisar rentang 1700 – 1800 Masehi. Sebagaimana diungkap dalam buku “Keris Lombok” karangan Bapak Ir. Lalu Djelenga. Masyarakat umum di Lombok lebih sering menyebut Klewang. Julukan yang hampir sama bagi semua jenis pedang. Pasukan tentara kerap menyandang di bagian tubuh-punggung belakang. Bentuk bilah besi terhunus dengan lengkungan khas. Ujung mata pedang meruncing pada sisi bilah bagian yang tajam. Pamor pada pangkal bilah sangat kontras dengan tera motif yang kian tampil cantik. Terutama pada bagian tengah bilah hingga ujung. Rentang panjang bilah capai 50 cm.


Warangka terbuat dari kayu hitam. Tidak lazim seperti umumnya bahan warangka keris khas Lombok, bersanding kayu Berora Pelet. Sedikit memberi kesan tegas dan garang. Namun masih bernuansa estetis dengan tambahan asesoris, segmen bungkus lempeng perak dan kuningan. Ukiran motif minimalis hanya terdapat pada bagian hulu warangka.

4. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Golok


Pisau besar / golok ini merupakan salah satu senjata tradisional suku Sasak yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gagang golok terbuat dari tanduk ukir berbentuk seekor singa utuh dengan kecermatan ukiran yang mengagumkan. Semacam mendak perak melingkar dintara gagang golok dan bilahnya. Sarung golok terbuat dari kayu berukir motif tradisional setempat. Sekilas tempak terlihat kemiripan pola ukiran dengan ukiran tradisional Bali. Bilah golok ditempa dari baja putih tanpa pamor yang cukup tebal. Golok tradisional Lombok buatan lama yang dibuat khusus untuk kalangan tertentu (bukan suvernir)



Demikian Sobat Tradisi, 4 senjata tradisional Nusa Tenggara Barat yang bisa kita kenal saat ini. Semoga informasi mengenai 4 senjata tradisional Nusa Tenggara Barat tadi bermanfaat untuk menambah wawasan Sobat Tradisi mengenai berbagai macam senjata tradisional di Indonesia.