Sejarah Candi Bajang Ratu Trowulan Mojokerto (Jawa Timur) Lengkap

Candi Bajang Ratu merupakan salah satu candi peninggalan kerajaan Majapahit, yang tepatnya berada di desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Berdasarkan namanya, Bajang Ratu diambil dari bahasa jawa yaitu asal kata bajang dan ratu, bajang sendiri artinya kerdil, jadi bajang ratu maksudnya adalah bahwa Raja Jayanegara dinobatkan sebagai raja kerajaan Majapahit ketika masih kecil.
Candi ini berbentuk gapura yang terbuat dari batu bata merah, dimana pada jaman dahulu difungsikan sebagai pintu utama menuju kerajaan Majapahit. Namun, kini candi Bajang Ratu difungsikan sebagai pintu pasuk para peziarah yang berkunjung. Lebih lengkapnya simak penjelasan berikut ini yaitu sejarah candi bajang ratu lengkap dengan arsitekturnya. Selain candi bajang ratu, ada beberapa sejarah candi hindu yang bisa dipelajari yaitu sejarah candi kidal dan sejarah candi dieng.

Sejarah Candi Bajang Ratu
Candi Bajang Ratu atau sering disebut gapura bajang ratu merupakan sebuah candi peninggalan kerajaan Majapahit yang dibangun pada abad ke-14. Disebut dengan gapura bajang ratu, dikarenakan candi ini memiliki bentuk berupa gapura besar. Gapura ini difungsikan sebagai pintu belakang kerajaan sekaligus sebagai bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara. Hingga saat ini menjadi sebuah budaya bagi para peziarah untuk melewati candi atau gapura ini ketika melayat orang meninggal.
Pada tahun 1915, Oudheidkonding Verslag (OV) pertama kli mencetuskan penamaan bajang ratu. Dimana menurut arkeolog penamaan bajang ratu ini berhubungan dengan Raja Jayanegara yang merupakan Raja kerajaan Majapahit. Pada kitab Pararaton disebutkan bahwa Raja Jayanegara dinobatkan atau diangkat sebagai raja ketika masil kecil, sehingga kata bajang yang artinya kerdil dan digabung dengan kata ratu sehingga menjadi sebutan gelar ratu bajang atau bajang ratu bagi Raja Jayanegara.

Oleh karena itu, candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada sang bajang ratu atau Raja Jayaneggara. Hal ini terlihat pada bagian kaki candi terdapat relief sri tanjung yang berisi cerita tentang peruwatan. Raja Jayanegara sendiri telah wafat pada tahun saka 1250 (penanggalan jawa) atau sekitar tahun 1328 masehi, yang disebutkan pula dalam kitab Pararaton. Sepeninggalannya, di dalam kedaton dibuatkan sebuah tempat suci dan arca dalam bentuk wisnu di Shila Petak dan Bubat. Selain itu, juga dibuat sebuah arca dalam bentuk Amoghasidhi di Sukalila.
Disitulah disebutkan bahwa setelah Raja Jayanegara wafat, tempat tersebut dipersembahkan untuk arwah Raja Jayanegara. Dimana Raja Jayanegara ini didharmakan di Kapopongan dan juga dikukuhkan di Antawulan atau Trowulan. Sehingga, sejarawan mengaitkan candi yang berbentuk gapuran ini dengan Crenggapura atau Cri Rangga pura atau disebut juga Kakopongan di Antawulan yang merupakan sebuah tempat suci yang disebutkan dalam kitab Negarakertagama.

Arsitektur Candi Bajang Ratu
relief Candi Bajang Ratu 
Menurut buku Drs. I.G. Bagus L Arnawa, dilihat dari bentuknya Sejarah Candi Bajang Ratu ini merupakan bangunan pintu gerbang tipe “paduraksa” (gapura beratap). Seluruh bagian candi ini terbuat dari batu bata merah, kecuali pada bagian lantai tangga serta ambang pintu bawah dan atas yang terbuat dari batu andesit. Berdiri pada ketinggian 41,49 m dpl, dengan orientasi mengarah ke timur laut-tenggara. Denah candi ini berbentuk segiempat, yang berukuran sekitar 11,5 m (p) x 10,5 m (l), dan tinggi 16,5 meter, sedangkan lorong pintu masuk memiliki lebar sekitar 1,4 meter.
Secara vertikal candi ini meiliki 3 bagian: kaki, tubuh, dan atap. Mempunyai semacam sayap dan pagar tembok di kedua sisi. Dengan kaki gapura sepanjang sekitar 2,48 meter dan sttruktur kaki tersebut terdiri dari bingkai bawah, bingkai atas, dan badan kaki. Namun, bingkai-bingkai ini hanya tersusun dari sejumlah pelipit rata dan berbingkai berbentuk genta. Sedangkan, pada sudut-sudut kaki terdapat hiasan sederhana, kecuali pada bagian sudut kiri depan yang dihias relief menggambarkan cerita “Sri Tanjung“.

Di bagian tubuh atas ambang pintu terdapat pula relief hiasan “kala” dan relief hiasan sulur suluran, serta bagian atapnya terdapat relief hiasan rumit, yaitu berupa kepala “kala” yang diapit singa, naga berkaki, kepala garuda, relief matahari dan relief bermata satu atau monocle cyclops. Dalam kepercayaan budaya Majapahit, relief-relief tersebut memiliki fungsi yaitu sebagai pelindung dan penolak mara bahaya. Pada sayap kanan ada relief cerita Ramayana dan pahatan binatang bertelinga panjang.
Pada zaman Belanda, bangunan candi bajang ratu ini telah mengalami pemuggaran, namun tidak ada data yang diperoleh mengenai kapan tepatnya pelaksanaan pemugaran tersebut. Proses perbaikan yang telah dilakukan meliputi penguatan pada bagian sudut dengan cara mengisikan adonan pengeras ke dalam nat-nat yang renggang dan juga mengganti balok-balok kayu dengan semen cor. Selanjutnya, batu-batu yang hilang dari susunan anak tangga juga sudah diganti.

Situs Di Sekitar Candi Bajang Ratu
Candi merupakan salah satu ciri khas peninggalan bangunan monumen kerajaan-kerajaan yang ada di Asia Tenggera selama periode klasik, keberadaannya tersebar di hampir setiap kepulauan di Nusantara termasuk kawasan-kawasan di sekitarnya, sebut saja Candi Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah, Angkor di Kamboja dan masih banyak lagi candi yang lebih kecil dengan jumlah ribuan.
Situs peninggalan kerajaan majapahit di Trowulan memiliki banyak candi yang tersebar di beberapa lokasi, diantaranya Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Kedaton, Candi Brahu, Gapura Wringin Lawang yang bentuknya berupa Candi. Banyak pula bangunan candi yang sengaja tidak direnovasi karena tidak diketahui bagaimana bentuk konstruksi aslinya seperti Candi Gentong. Bangunan candi bajang ratu ini memiliki struktur yang kokoh dan kuat, sehingga bangunan candi ini bisa bertahan lebih lama dari pada tipe bangunan lainnya. Pada umumnya, candi dibangun sebagai monumen simbolik peristiwa-peristiwa tertentu, atau ada juga untuk tujuan fungsional.

Lokasi Candi Bajang Ratu
Lokasi Candi Bajang Ratu terletak relatif jauh yaitu sekitar 2 km dari dari pusat kanal perairan majapahit di sebelah timur, yang saat ini berada di Dusun Kraton, Desa Temon, dengan jarak hanya sekitar 0,7 km dengan Candi Tikus. Lokasi ini dipilih karena bertujuan untuk memperoleh ketenangan serta kedekatan dengan alam yang masih terkontrol.
Kedekatan tersebut memiliki hubungan erat dengan daerah pusat kota Majapahit, dengan bukti adanya kanal melintang di sebelah depan candi berjarak kurang lebih 200 meter yang langsung menuju bagian tengah sistem kanal Majapahit. Pengunjung harus mengendara sejauh 200 meter dari jalan raya Mojokerto – Jombang, untuk mencapai lokasi Gapura Bajang Ratu. Kemudian sampai di perempatan Dukuh Ngliguk, berbelok ke arak timur sejauh 3 km, di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.

Di sekitar lokasi Gapura Bajang Ratu di Trowulan ini merupakan bekas ibukota kerajaan Majapahit. Bekas ibukota kerajaan Majapahit ini menyimpan berbagai peninggalan sejarah lainnya dari aman keemasan saat kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan yang disegani di muka bumi. Apabila Anda sedang berkunjung ke Mojokerto tak ada salahnya mencoba wisata candi bajang ratu ini, Anda bisa berfoto-foto sepuasnya di candi bajang ratu dan situ-situs sekitarnya dengan biaya masuk hanya Rp. 3.000 setiap candinya.