Era Kebangkitan Nasional Boedi Oetomo | Sejarah Nasional Indonesia

Boedi Oetomo didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini bergerak dibidang sosial, ekonomi dan kebudayaan. Penggagas organisasi ini adalah Dr. Wahidin Sudirohusodo. STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) adalah sekolah kedokteran, maka dari itu, anggota Boedi Oetomo rata-rata adalah mahasiswa kedokteran. Adapun tujuan dari berdirinya Boedi Oetomo adalah memajukan pengajaran, memajukan pertanian, memajukan teknik dan industri dan menghidupkan kebudayaan.
Para anggota Boedi Oetomo berpendapat bahwa figur orang tua yang pantas untuk memimpin organisasi ini. Sementara para pemuda adalah motor bergeraknya organisasi. Kebanyakan para pemimpin berasal dari golongan priyayi atau bangsawan dari kalangan kraton. 
Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Boedi Oetomo menyelenggarakan konggresnya yang pertama di Yogyakarta. Konggres pertama ini mengangkat Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas bupati Karanganyar sebagai ketua Boedi Oetomo.



Boedi Oetomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin pada 10 tahun pertama. Dan pada masa kepemimpinan Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman, Boedi Oetomo mengalami fase perkembangan yang sangat penting.
Semakin lama, pergerakan Boedi Oetomo semakin bergeser ke bidang politik. Pada tahun 1928, Boedi Oetomo masuk menjadi anggota PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), satu federasi partai politik Indonesia yang terbentuk atas prakarsa PNI Soekarno. Pada tahun 1931, Boedi Oetomo bergabung dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Penggabungan ini yang kemudian menjadi tonggak berdirinya organisasi baru PARINDRA (Partai Indonesia Raya).
Pemerintah kemudian menetapkan tanggal berdirinya Boedi Oetomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena organisasi ini telah menjadi pelopor organisasi kebangsaan.
Dr. Sutomo



Sejarah

Pembentukannya berawal dari perjalanan dokter Wahidin Sudirohusodo yang mengadakan kampanye di kalangan priayi Jawa antara tahun 1906-1907. Tujuannya adalah meningkatkan martabat rakyat dan bangsa. Peningkatan ini akan dilaksanakan dengan membentuk Dana Pelajar (Studiefonds) yang merupakan lembaga untuk membiayai pemuda pemuda yang cerdas tetapi tidak mampu melanjutkan sekolahnya. Pada akhir tahun 1907, dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo. dari pertemuan tersebut, Sutomo kemudian menceriterakan kepada teman-temannya di STOVIA maksud dan tujuan dr. Wahidin kala itu.
Tujuan yang semula hanya mendirikan suatu dana pelajar, diperluas dengan jangkauan yang kelak memungkinkan berdirinya organisasi Budi Utomo. Istilah Budi Utomo terdiri atas, kata budi yang berarti perangai atau tabiat dan utomo yang berarti baik atau luhur. Jadi istilah Budi Utomo dapat diartikan sebagai perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat.
Pada hari Minggu, tanggal 20 Mei 1908, pada pukul 9 pagi, bertempat di STOVIA, Sutomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo (Budi Utomo). Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Sejarah Lengkap Organisasi Budi Utomo, organisasi budi utomo, tujuan budi utomo, pergerakan budi utomo, pendiri budi utomo.
Monumen Kebangkitan Nasional di Solo.
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, mantan Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
Tujuan Budi Utomo adalah memperoleh kemajuan yang harmonis bagi nusa dan bangsa Jawa dan Madura. Pada waktu itu ide persatuan seluruh Indonesia belum dikenal. Karena itu yang dikehendaki Budi Utomo, hanyalah perbaikan sosial yang meliputi Jawa dan Madura, juga kata kemerdekaan sama sekali belum disebut. Untuk melaksanakan tujuan tersebut ditempuh beberapa usaha:
  • Memajukan pengajaran sesuai dengan apa yang dicita citakan dr. Wahidin. Ini merupakan usaha pertama untuk mencapai kemajuan bangsa;
  • Memajukan pertanian, peternakan, perdagangan. Jadi sudah dimengerti bahwa kemajuan harus juga meliputi bidang perekenomian;
  • Memajukan teknik dan industri, yang berarti bahwa ke arah itu sudah menjadi cita-cita;
  • Menghidupkan kembali kebudayaan.

Perkembangan

Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat pro terhadap perjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnya pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Kongres yang pertama Budi Utomo di selenggarakan di Yogyakarta. Saat diadakannya kongres yang pertama ini, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru Budi Utomo yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir dan anggota Budi Utomo saat itu banyak dari golongan priayi dan pegawai negeri.
Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi Utomo terdesak ke belakang. Strategi perjuangan Budi Utomo pada dasarnya bersifat kooperatif.

Hasil Kongres I Budi Utomo di Yogyakarta adalah sebagai berikut:
  • Budi Utomo tidak berpolitik.
  • Kegiatan Budi Utomo ditujukan pada bidang sosial, budaya, dan pendidikan.
  • Ruang gerak Budi Utomo terbatas pada Jawa dan Madura.
  • Tirto Kusumo, Bupati Karanganyar, dipilih sebagai ketua Budi Utomo pusat.
Mulai tahun 1912, saat Notodirjo menjadi ketua Budi Utomo menggantikan R.T. Notokusumo, Budi Utomo ingin mengejar ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu besar karena pada saat itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam (SI) dan Indiche Partij (IP). Namun demikian, Budi Utomo tetap mempunyai andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yakni telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia.
Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang.
Kepemimpinan perjuangan nasionalisme ini kemudian diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. 
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo merupakan manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat lainnya yang mengatakan bahwa Pergerakan Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa saja dengan menolak suku bangsa lain.